Dampak Mengejutkan Konflik Israel-Iran: Mengapa Penerbangan di Timur Tengah Lumpuh Total?
Tanggal: 26 Jun 2025 12:16 wib.
Konflik berkepanjangan antara Israel dan Iran kembali memanas. Kali ini, eskalasi tersebut turut menyeret intervensi militer Amerika Serikat, yang kemudian memicu kekacauan besar dalam dunia penerbangan internasional, terutama di wilayah Timur Tengah. Ribuan penumpang telantar, ratusan jadwal dibatalkan, dan ruang udara yang sempat ditutup menjadi bukti nyata betapa rentannya industri aviasi terhadap dinamika geopolitik.
Meskipun kini wilayah udara telah kembali dibuka, dampaknya masih terasa. Beberapa maskapai penerbangan tetap memilih untuk menunda atau membatalkan penerbangan mereka demi menjaga keselamatan penumpang dan kru. Ketegangan antara negara-negara besar tersebut tak hanya berdampak di darat, tapi juga di langit yang biasanya menjadi jalur lalu lintas utama berbagai maskapai dunia.
Ketegangan Memuncak: Serangan Rudal Iran terhadap Pangkalan AS
Mengutip laporan dari Al Jazeera, kekacauan dimulai ketika Iran meluncurkan serangan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid yang terletak di Qatar pada hari Senin (23 Juni). Serangan tersebut langsung memicu penutupan ruang udara oleh pemerintah Qatar selama beberapa jam. Sebagai reaksi cepat, maskapai nasional Qatar Airways langsung mengumumkan penghentian sementara seluruh operasional penerbangan akibat kondisi darurat tersebut.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Pangkalan udara Al Udeid merupakan fasilitas militer penting yang digunakan oleh Amerika Serikat untuk berbagai operasi militer di kawasan tersebut. Serangan ke pangkalan ini menunjukkan bahwa konflik telah menyentuh titik yang sangat sensitif dan membahayakan aktivitas penerbangan sipil.
Efek Domino: Maskapai Internasional Berjatuhan
Setelah serangan terjadi, sejumlah maskapai besar langsung mengambil tindakan tegas. Banyak dari mereka memilih untuk membatalkan penerbangan ke wilayah yang berdekatan dengan zona konflik. Yang paling terdampak adalah maskapai dari Qatar dan Uni Emirat Arab—dua negara yang berlokasi hanya sepelemparan batu dari Iran, di seberang Teluk Persia.
Meskipun pada Senin malam Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengumumkan bahwa gencatan senjata telah disepakati antara Iran dan Israel, keputusan maskapai untuk menghentikan beberapa rute masih berlaku hingga pertengahan minggu. Para operator maskapai menegaskan bahwa keputusan ini bukan hanya langkah antisipatif, tetapi merupakan bagian dari prosedur standar untuk menjaga keselamatan dan keamanan penerbangan, baik bagi penumpang maupun awak pesawat.
Emirates dan Gulf Air Ambil Langkah Tegas
Salah satu maskapai terbesar di Timur Tengah, Emirates, yang berbasis di Dubai, mengumumkan penghentian sementara seluruh penerbangan ke Iran dan Irak, termasuk tujuan populer seperti Baghdad dan Basra, setidaknya hingga tanggal 30 Juni. Langkah ini merupakan tindakan preventif agar operasional mereka tidak terkena dampak langsung dari konflik yang bisa meletus sewaktu-waktu.
Emirates juga mengonfirmasi bahwa beberapa rute penerbangan lainnya dialihkan ke jalur yang lebih aman, menjauh dari wilayah yang berpotensi menjadi medan konflik. Meski demikian, pihak maskapai memperingatkan bahwa penundaan penerbangan mungkin saja masih terjadi karena perubahan jalur tersebut memengaruhi durasi dan rute perjalanan.
Tak hanya Emirates, maskapai nasional Bahrain—Gulf Air—juga mengambil tindakan serupa. Mereka memperpanjang masa pembatalan penerbangan ke Yordania hingga setidaknya 27 Juni. Keputusan ini menunjukkan betapa seriusnya potensi bahaya yang mereka perkirakan dari perkembangan situasi di kawasan tersebut.
Data Penerbangan: Ratusan Jadwal Dibatalkan
Dampak nyata dari ketegangan geopolitik ini terlihat jelas dalam data pelacakan penerbangan global. Menurut FlightAware, sebuah platform pemantauan penerbangan yang banyak digunakan secara internasional, terdapat 382 pembatalan penerbangan secara global setelah pukul 10:30 waktu ET (14:30 GMT) pada hari Selasa. Jumlah ini menyusul 834 pembatalan yang terjadi pada hari Senin sebelumnya.
Angka tersebut menunjukkan bahwa gangguan penerbangan tidak hanya terjadi di Timur Tengah, tetapi juga menjalar ke jaringan penerbangan global, mengingat banyak maskapai internasional yang memiliki rute transit melalui kawasan ini. Penumpang dari berbagai negara, termasuk Eropa dan Asia, terpaksa harus menghadapi keterlambatan dan perubahan jadwal yang signifikan.
Mengapa Dunia Harus Waspada?
Konflik di Timur Tengah bukan hal baru, tetapi eskalasi terbaru ini menandakan potensi perluasan wilayah konflik, terutama karena keterlibatan Amerika Serikat. Ketika fasilitas militer diserang dan maskapai penerbangan sipil terdampak, maka dunia internasional tak bisa lagi bersikap pasif. Ancaman terhadap keselamatan penerbangan sipil menjadi sinyal bahwa krisis ini dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan global, termasuk sektor pariwisata, ekonomi, hingga logistik internasional.
Dunia penerbangan memang sangat bergantung pada stabilitas geopolitik. Ketika langit yang biasanya bebas dilintasi menjadi area yang tidak aman, maka dampaknya akan menyentuh banyak sektor. Oleh karena itu, pemantauan ketat dan kerja sama internasional sangat dibutuhkan untuk memastikan konflik ini tidak merambah lebih jauh dan menciptakan ketidakpastian yang lebih besar.