China Tolak Upaya Filipina Perluas Landas Kontinen Laut China Selatan
Tanggal: 20 Jun 2024 08:02 wib.
China menolak langkah Filipina untuk meminta persetujuan PBB guna memperluas landas kontinennya di Laut China Selatan dan mengamankan hak "eksklusif" untuk mengeksploitasi sumber daya bawah laut. Hal ini disampaikan melalui laporan media pemerintah pada Senin.
Menurut Juru Bicara Menteri Luar Negeri China, Lin Jian, Filipina secara sepihak mengajukan kasus mengenai penetapan batas landas kontinen terluar di Laut China Selatan. Hal ini dianggap melanggar hak kedaulatan dan yurisdiksi China. "Aksi ini melanggar hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), dan bertentangan dengan ketentuan terkait Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan," ujar Lin seperti dilansir oleh Global Times.
Beberapa diplomat Filipina di PBB menyampaikan informasi kepada Komisi PBB tentang Batas Landas Kontinen pada Jumat, untuk "mendaftarkan hak negara tersebut atas landas kontinen yang diperluas, atau ECS, di Wilayah Palawan Barat" laut tersebut, menurut Departemen Luar Negeri Filipina.
Namun, berdasarkan Aturan Prosedur komisi tersebut, jika kasus yang diajukan Filipina melibatkan wilayah yang disengketakan, komisi tersebut tidak boleh mempertimbangkan atau mengakuinya, kata Lin.
Pertikaian antara Filipina dan China atas wilayah di Laut China Selatan menjadi salah satu faktor yang memperburuk hubungan kedua negara tersebut. Beijing mengklaim wilayah maritim luas di sana berdasarkan "sembilan garis putus-putus" yang membentang ratusan mil ke selatan dan timur dari provinsi paling selatan, Hainan. Namun, putusan Pengadilan Arbitrase Tetap yang berbasis di Den Haag pada 2016 menyatakan klaim China tidak memiliki dasar hukum berdasarkan hukum internasional.
Tak hanya menolak putusan tersebut, China juga telah berunding dengan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sejak 2002 untuk menetapkan kode etik di laut yang disengketakan. Meskipun demikian, ketegangan terus terjadi di wilayah tersebut, terutama terkait klaim sumber daya alam yang melimpah di Laut China Selatan.
Kasus ini juga menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak terkait ketegangan di Laut China Selatan. Amerika Serikat, sebagai sekutu Filipina, telah mengecam klaim China atas wilayah tersebut, sementara negara-negara lain di kawasan juga mengkhawatirkan potensi eskalasi konflik. Hal ini menjadi sorotan besar di forum-forum internasional, seperti pertemuan ASEAN, di mana negara-negara anggotanya berupaya untuk menemukan solusi diplomatis atas konflik yang terus berlangsung.
Tidak hanya itu, situasi di Laut China Selatan juga berpotensi memengaruhi kestabilan ekonomi dan politik di kawasan Asia Tenggara. Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan utama bagi negara-negara di kawasan tersebut. Kontrol atas jalur ini memungkinkan negara yang menguasainya untuk mempengaruhi arus perdagangan global. Oleh karena itu, sengketa atas wilayah ini juga memicu kekhawatiran atas ketidakstabilan ekonomi global.
Berdasarkan hal tersebut, penting bagi negara-negara yang terlibat dalam sengketa ini untuk mencari jalan keluar yang dapat menciptakan perdamaian dan kestabilan di Laut China Selatan. Solusi diplomatis yang melibatkan negosiasi terbuka dan transparan perlu diutamakan agar ketegangan di wilayah tersebut dapat diselesaikan dengan cara yang menghormati hukum internasional dan kedaulatan masing-masing negara.
China menolak langkah Filipina untuk memperluas landas kontinenya di Laut China Selatan dan mendapatkan hak "eksklusif" untuk mengeksploitasi sumber daya bawah laut. Berdasarkan laporan media pemerintah pada Senin, hal ini menimbulkan kekhawatiran atas ketegangan di wilayah tersebut serta konsekuensi politis dan ekonomis yang dapat terjadi akibatnya.
Juru Bicara Menteri Luar Negeri China, Lin Jian, menegaskan bahwa Filipina telah melanggar hukum internasional dan hak kedaulatan China dengan mengajukan kasus mengenai penetapan batas landas kontinen terluar di Laut China Selatan secara sepihak. Menurut Lin, langkah ini bertentangan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan.
Di sisi lain, Filipina berusaha mendapatkan persetujuan PBB untuk memperluas landas kontinennya di Laut China Selatan. Beberapa diplomat Filipina di PBB telah menyampaikan informasi kepada Komisi PBB tentang Batas Landas Kontinen untuk "mendaftarkan hak negara tersebut atas landas kontinen yang diperluas, atau ECS, di Wilayah Palawan Barat" laut tersebut, menurut Departemen Luar Negeri Filipina.
Namun, China menegaskan bahwa komisi PBB tidak boleh mempertimbangkan atau mengakuinya bila kasus yang diajukan Filipina melibatkan wilayah yang disengketakan. Hal ini menambah ketegangan antara kedua negara yang sudah lama berselisih terkait klaim wilayah di Laut China Selatan.
Sejak 2002, China telah berunding dengan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk menetapkan kode etik di laut yang disengketakan. Meskipun demikian, ketegangan terus berlangsung, terutama terkait klaim sumber daya alam yang melimpah di Laut China Selatan.