China Sebut Presiden Taiwan Sedang ADa Dalam Posisi Separatis
Tanggal: 22 Mei 2025 10:03 wib.
China telah menuduh Presiden Taiwan, Lai Ching-te, menempatkan dirinya dalam posisi yang dianggap sebagai separatis, yang mengadvokasi kemerdekaan untuk pulau tersebut. Pernyataan ini diungkapkan oleh Juru Bicara Kantor Urusan Taiwan, Chen Binhua, di Beijing dan disiarkan secara langsung melalui lembaga penyiaran negara, CCTV, pada hari Selasa, 20 Mei 2025.
Dalam pernyataannya, Chen menyatakan, "Pidato-pidato terbaru pemimpin wilayah Taiwan terus menunjukkan kecenderungan separatis yang terfokus pada kemerdekaan Taiwan." Ini adalah pernyataan yang menambah ketegangan antara Beijing dan Taipei, di mana isu kedaulatan Taiwan selalu menjadi tema sensitif.
Lai Ching-te sebelumnya menyampaikan pidato yang berbicara tentang pentingnya mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan konflik untuk menjaga perdamaian dan memperkuat ketahanan ekonomi Taiwan. Dalam pidato yang menandai satu tahun masa jabatannya sebagai presiden, Lai menegaskan, "Perdamaian itu sangat berharga, dan tidak ada yang menang dalam perang." Pernyataan ini mencerminkan keinginan Lai untuk menjaga stabilitas, meskipun ada ancaman yang terus menerus dari China.
Namun, di saat yang sama, Lai juga mengingatkan bahwa Taiwan tidak boleh hidup dalam ilusi dan berkomitmen untuk memperkuat pertahanan nasionalnya. Keputusan ini mencerminkan realitas politik yang kompleks di kawasan, di mana ancaman dari China tidak bisa diabaikan.
Sementara itu, China tetap berpandangan bahwa Taiwan adalah bagian dari wilayahnya dan berkali-kali mengeluarkan ancaman akan mengambil alih pulau itu dengan kekuatan jika diperlukan. Beijing telah melaksanakan serangkaian latihan militer besar di sekitar Taiwan sejak Lai menjabat presiden, yang semakin meningkatkan ketegangan militer antara kedua pihak.
Di tengah semua ketegangan ini, Lai juga menegaskan bahwa Taiwan terbuka untuk melakukan dialog dengan Beijing, asalkan pembicaraan tersebut dilakukan dengan cara yang setara dan bermartabat. Kebijakan ini menunjukkan harapan untuk menemukan jalan tengah di tengah situasi yang semakin bergejolak.
Di sisi lain, China mengakui keinginan untuk berdialog dengan Taiwan, tetapi dengan beberapa syarat yang harus dipatuhi. "Berdasarkan prinsip satu China, kami bersedia untuk terlibat dalam dialog terkait berbagai isu penting guna mendorong penyatuan kembali tanah air," ungkap Chen, menegaskan posisi Beijing yang tidak akan mundur dari prinsip itu.
Perkembangan ini menegaskan betapa peliknya hubungan antara China dan Taiwan, yang terus bergulir dalam ketidakpastian dan potensi konflik, baik secara politik maupun militer. Diharapkan, dialog dan upaya diplomasi dapat membuka jalan bagi penyelesaian yang lebih damai di antara kedua pihak.