Bulu Babi Ungu Bisa Atasi Pengasaman Laut
Tanggal: 9 Jul 2018 15:48 wib.
Peningkatan kadar karbon dioksida (C02) di atmosfer menyebabkan laut menjadi lebih asam. Beberapa organisme laut dapat beradaptasi di samudra yang mengalami peningkatan asam itu. Salah satu di antaranya adalah bulu babi ungu (Strongylocentrotus purpuratus).
Air laut yang semakin lama semakin asam menimbulkan ancaman bagi makhluk laut karena cangkang mereka yang terbuat dari kalsium karbonat akan mengalami korosi bila terkena asam. Namun, bulu babi ungu mampu bertahan hidup dengan beradaptasi pada kondisi keasaman tinggi.
Demikian diungkapkan Melisa Pespeni, ahli biologi evolusi dari Indiana University di Bloomington, dalam penelitian bersama rekan kerjanya untuk mencari batas evolusi yang dapat mengimbangi perubahan lingkungan.
Mereka mengumpulkan sejumlah bulu babi ungu di air biasa atau air yang telah mengalami peningkatan asam. Bulu babi ungu dipilih karena hewan itu memiliki duri yang mengandung kalsium karbonat dan memiliki tingkat keragaman genetika yang tinggi. Mereka menemukan semakin asam air tidak menimbulkan efek negatif terhadap pembentukan kerangka pada larva.
Bulu babi ungu itu diambil dari pantai Pasifik di utara Amerika. Pasalnya, perairan di daerah itu mengandung plankton dan kaya akan C02 sehingga bulu babi ungu yang hidup di tempat itu sudah memiliki proporsi yang tinggi dalam kondisi C02 yang tinggi.
Dibalik stabilitas tersebut, ternyata banyak terjadi perubahan genetik. Ketika Pespeni menggunakan pembagian gen untuk mempelajari perkembangan larva, dia menemukan frekuensi gen telah bergeser secara dramatis. Perubahan itu terlihat pada landak laut dalam kondisi air dengan keasaman yang tinggi. Berbagai jenis gen dapat membantu sel mengatasi peningkatan kadar keasaman.
"Organisme yang diharapkan dapat beradaptasi di air laut dengan keasaman tinggi ialah landak laut karena hewan itu berkembang di lingkungan seperti itu," kata Pespeni.
Pada penelitian terakhir, bulu babi ungu ternyata memiliki berbagai macam tingkatan genetik. "Hasil penelitian terbaru membuktikan proses evolusi dapat dengan cepat menyeleksi gen varian yang diperlukan untuk beradaptasi di dalam air yang kondisinya lebih asam," kata Jennifer Sunday, ekolog perubahan iklim pada Simon Fraser University di Burnaby, Kanada.
Para peneliti Jerman, tahun lalu, menemukan alga bersel tunggal yang mampu beradaptasi terhadap kondisi asam yang mirip dengan kondisi lingkungan landak laut. Itu membuktikan spesies lain pun dapat berevolusi relatif cepat ketika berhadapan dengan samudra yang mengalami peningkatan kadar asam.