Bukan ICBM, Rusia Gunakan Rudal Balistik Baru Oreshnik dalam Serangan di Dnipro
Tanggal: 23 Nov 2024 15:42 wib.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan penggunaan rudal balistik jarak menengah (IRBM) hipersonik baru "Oreshnik" dalam serangan ke wilayah Dnipro, Ukraina pada Kamis, 21 November 2024. Sebelumnya, pihak Ukraina dan para blogger militer menyebutkan penggunaan rudal balistik antar benua (ICBM) berbasis nuklir dalam serangan tersebut.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Putin menyatakan bahwa Rusia menyerang fasilitas militer Ukraina di Dnipro dengan menggunakan rudal balistik jarak menengah baru yang disebut "Oreshnik". Penggunaan Oreshnik ini merupakan respons Rusia atas persetujuan yang diberikan pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Inggris kepada Ukraina untuk menggunakan rudal yang mereka pasok untuk menyerang Rusia. Hal ini terjadi setelah Ukraina meluncurkan enam ATACMS buatan AS untuk menyerang wilayah Bryansk, Rusia, diikuti dengan serangan menggunakan rudal Storm Shadow buatan Inggris ke wilayah Kursk, Rusia pada 21 November.
Menurut laporan Reuters, Putin menyatakan bahwa konflik regional di Ukraina yang sebelumnya diprovokasi oleh Barat telah memperoleh unsur-unsur karakter global. Sebelumnya, Putin telah memperingatkan bahwa penggunaan senjata-senjata Barat oleh Ukraina dapat dianggap sebagai "partisipasi langsung" aliansi militer NATO dalam perang Ukraina, yang berarti Rusia dapat membalas dengan menyerang negara NATO.
Putin menegaskan bahwa Rusia memiliki kemampuan untuk melancarkan lebih banyak serangan dengan penggunaan rudal baru ini, dan warga sipil di Ukraina maupun negara-negara sekutunya yang menjadi sasaran akan diperingatkan sebelum serangan dilancarkan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengkritik penggunaan rudal baru tersebut sebagai "eskalasi yang jelas dan parah" dalam konflik dan menyerukan kecaman internasional. Sebuah pejabat AS menyatakan bahwa Rusia memberi tahu Washington sebelum meluncurkan serangannya, sementara pejabat lain merujuk bahwa AS telah memberi arahan kepada Ukraina dan sekutunya untuk mempersiapkan penggunaan senjata semacam itu.
Awalnya, Ukraina mengklaim bahwa Rusia menggunakan ICBM, yang merupakan senjata untuk serangan nuklir jarak jauh dan belum pernah digunakan dalam perang. Namun, pejabat AS dan NATO sepakat dengan Putin bahwa Oreshnik adalah rudal balistik jarak menengah, dengan jangkauan 3.000–5.500 km (1.860-3.415 mil).
Rusia diduga memiliki beberapa rudal Oreshnik, dan rudal tersebut diluncurkan dari wilayah Astrakhan Rusia yang berjarak lebih dari 700 km (435 mil). Rudal yang menyasarkan Dnipro tidak memiliki hulu ledak nuklir, tetapi mengandung muatan MIRV (multiple independent targetable reentry vehicle), proyektil yang bisa menyasar beberapa target secara independen.
Penggunaan rudal berkemampuan nuklir ini diyakini sebagai "pesan" dari Rusia bahwa mereka bisa menggunakan senjata nuklir tanpa bisa dicegah atau dicegat oleh sistem pertahanan udara Ukraina maupun negara-negara Barat.
Di samping Oreshnik, Rusia juga meluncurkan rudal hipersonik Kinzhal dan tujuh rudal jelajah Kh-101, dengan hanya satu yang berhasil menembak jatuh. Serangan itu menargetkan perusahaan dan infrastruktur penting di Dnipro, yang merupakan pusat pembuatan rudal di era Soviet. Ukraina telah memperluas industri militer selama perang, namun merahasiakan keberadaannya.
Keputusan Rusia untuk menggunakan rudal Oreshnik menunjukkan evolusi senjata yang digunakan dalam konflik Ukraina. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi lebih lanjut dalam konflik dan keamanan regional. Di sisi lain, campur tangan Barat dalam mendukung Ukraina juga dapat menjadi penyebab ketegangan yang berpotensi memicu konflik yang lebih besar di wilayah tersebut. Perlu untuk mempertimbangkan upaya diplomasi yang lebih intensif dan perlunya penyelesaian damai untuk mengatasi konflik di Ukraina dan mencegah eskalasi yang berbahaya.