Bukan Ekonomi, Prioritas Nasional Jepang: Angka Kelahiran Bayi!
Tanggal: 2 Agu 2024 22:06 wib.
Pemerintah Jepang saat ini tengah berjuang mengatasi 'krisis' penduduk akibat kaum muda yang enggan menikah dan memiliki keturunan. Strategi pemerintah untuk membalikkan angka kelahiran yang menurun mulai melibatkan penghubungan langsung dengan kaum muda. Menteri Negara Ayuko Kato mengungkapkan keinginan pemerintah untuk mendengar langsung alasan dari kaum muda mengapa mereka tidak berminat menikah dan memiliki keturunan. Pernyataan tersebut terdokumentasi dalam The Guardian dan Newsweek pada Minggu (28/7/2024).
Dalam upaya menangani kebijakan terkait angka kelahiran, Menteri Kato menyoroti penurunan jumlah pernikahan di Jepang, yang turun menjadi 474.717 pernikahan tahun lalu, mencapai angka terendah sejak berakhirnya Perang Dunia II. Data menunjukkan bahwa angka pernikahan sangat berkorelasi dengan angka kelahiran di Jepang, di mana kurang dari 3% anak lahir di luar pernikahan. Badan Anak dan Keluarga Jepang juga menyoroti hasil survei tahun 2021 yang menunjukkan bahwa 48,1% perempuan dan 43,3% laki-laki berusia antara 25 dan 34 tahun belum menemukan pasangan yang cocok.
Selain itu, tingkat kesuburan wanita Jepang, yang mengindikasikan jumlah rata-rata bayi yang diharapkan dimiliki seorang wanita seumur hidupnya, turun ke rekor terendah 1,2 tahun lalu. Selain itu, orang-orang yang berusia di atas 65 tahun kini mencakup lebih dari 30% dari masyarakat 'super-tua' di negara itu.
Perubahan demografi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depan ekonomi Jepang yang merupakan ekonomi terbesar kedua di Asia. Perdana Menteri Fumio Kishida bahkan telah mendeklarasikan pembalikan angka kelahiran yang menurun sebagai prioritas nasional. Masashi Mizobuchi, asisten sekretaris pers Kementerian Luar Negeri, menyatakan bahwa masalah penurunan populasi merupakan tantangan strategis terbesar bagi masyarakat Jepang dan bahwa pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan produktivitas, memperluas partisipasi tenaga kerja, dan mencapai angka kelahiran yang diinginkan.
Pemerintah Kishida menyusun peta jalan untuk menetapkan ekonomi dan masyarakat yang berkelanjutan pada tahun 2030, dengan langkah-langkah terkait penuaan dan angka kelahiran, termasuk perluasan tunjangan anak. Pada tahun lalu, hanya 727.277 anak yang lahir di Jepang, jumlah ini turun 43.482 dari tahun 2022 dan mencatat angka terendah sejak Jepang pertama kali mencatat statistik pada tahun 1899, menurut Japan Broadcasting Corp.
Kementerian Kesehatan menyebut situasi tersebut sebagai situasi kritis dan memperingatkan bahwa negara tersebut memiliki waktu hingga sekitar tahun 2030 untuk meningkatkan angka kelahirannya secara signifikan.
Kondisi ini telah mendorong pemerintah Jepang untuk bergerak cepat dalam mengatasi permasalahan ini. Upaya membalikkan angka kelahiran yang menurun menjadi fokus utama bagi Jepang. Ancaman penurunan populasi dan penuaan masyarakat menjadi perhatian serius karena akan berdampak pada struktur dan potensi ekonomi negara.
Pemerintah Jepang telah menunjukkan komitmen tinggi untuk mengatasi masalah ini. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana negara-negara lain, termasuk Indonesia, dapat belajar dari pengalaman dan langkah-langkah yang ditempuh oleh Jepang dalam menangani penurunan angka kelahiran ini. Shift demografi yang dialami Jepang juga menjadi bahan pembelajaran penting bagi negara-negara lain yang berpotensi menghadapi tantangan serupa di masa depan. Menyelenggarakan pertemuan atau forum internasional untuk berbagi pengalaman dan pelajaran dari negara-negara yang sukses merespon perubahan demografi dapat menjadi langkah yang potensial untuk mempersiapkan rencana aksi yang efektif dalam menghadapi penurunan angka kelahiran di berbagai negara. Keterlibatan aktif dalam kerjasama internasional dapat menjadi langkah yang efektif dalam menghadapi persoalan demografi yang semakin kompleks di abadke-21.