Bisnis "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Tanggal: 20 Mei 2024 13:41 wib.
Teknologi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari manusia. Dengan kehadiran teknologi kecerdasan buatan atau AI, pekerjaan manusia semakin dipermudah. AI mampu menciptakan teks dan karya visual sesuai dengan keinginan pengguna dalam hitungan detik.

Namun, di balik kecanggihan teknologi AI, terdapat potensi penyalahgunaan yang dapat merugikan individu. Kasus baru-baru ini mencuat tentang seorang Youtuber asal Ukraina yang menemukan banyak video singkat dengan wajah dan suara dirinya yang berbicara bahasa Mandarin tersebar di internet.

Konten video tersebut bukanlah hasil kreasi Youtuber tersebut, dan ia juga tidak pernah belajar bahasa Mandarin. Pada video-video singkat tersebut, sosok yang sangat mirip dengan dirinya mengucapkan hal-hal yang tak akan pernah diucapkannya, seperti mendukung Rusia, mempromosikan produk-produk Rusia, serta memuji hubungan China dengan Rusia.

Youtuber Ukraina tersebut dikenal dengan nama Olga Loiek, yang pertama kali membuat akun YouTube pada Desember 2022. Pada awalnya, Olga tidak secara rutin mengunggah konten ke akunnya. Namun, ia mulai menerima pesan dari orang-orang yang melihatnya berbicara bahasa Mandarin di aplikasi media sosial China, Xiaohongshu.

Merasa penasaran, Olga pun mencari video-video yang dimaksud, dan menemukan bahwa wajah dan suaranya telah digunakan dalam setidaknya 35 akun. Hal ini menjadi suatu fenomena yang mengkhawatirkan, menandakan bahwa bisnis "deepfake" di China marak dan menimbulkan dampak negatif yang signifikan, baik bagi korban seperti Olga maupun masyarakat luas.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi memang membawa dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Namun, dibalik manfaatnya, teknologi AI juga dapat digunakan untuk melakukan tindakan kriminal dan penipuan yang merugikan individu lain.

Guna memahami lebih dalam tentang fenomena "deepfake" yang marak di China, penting bagi kita untuk memahami apa sebenarnya teknologi "deepfake" ini dan bagaimana hal tersebut bisa berdampak dalam kehidupan sehari-hari. "Deepfake" mengacu pada teknik manipulasi citra dan suara menggunakan teknologi kecerdasan buatan, yang memungkinkan untuk menciptakan atau memodifikasi konten visual dan audio yang tampak sangat nyata.

Teknologi "deepfake" telah mengalami perkembangan pesat dan digunakan dengan berbagai tujuan, mulai dari hiburan, pemalsuan, hingga penipuan. Di China, maraknya bisnis "deepfake" menunjukkan adanya permintaan besar terhadap konten manipulasi seperti ini. Bukan hanya dalam konteks hiburan, tetapi juga dalam konteks politik, bisnis, dan gender.

Dampak dari maraknya bisnis "deepfake" ini sangat signifikan. Selain kasus yang menimpa Olga Loiek, pihak yang kreatif tetapi tidak bertanggung jawab dapat dengan mudah membuat video palsu yang dapat merusak reputasi seseorang atau bahkan menyesatkan masyarakat. Secara lebih luas, hal ini juga dapat berdampak pada kepercayaan dan keamanan di dunia digital.

Dalam konteks politik, "deepfake" mampu menciptakan konten palsu yang memanipulasi opini publik dan mengganggu proses demokrasi. Di sisi lain, dalam konteks bisnis, konten "deepfake" dapat digunakan untuk mempromosikan produk-produk tertentu dengan cara yang tidak etis, merugikan pelaku usaha yang sah.

Selain itu, dalam konteks gender, teknologi "deepfake" sering digunakan untuk membuat konten pornografi yang memanfaatkan wajah dan tubuh perempuan tanpa izin, yang merupakan penyalahgunaan yang sangat merugikan dan dapat memicu kerugian emosional yang sangat serius.

Oleh karena itu, peningkatan keamanan dan perlindungan terhadap individu harus menjadi prioritas dalam menghadapi maraknya bisnis "deepfake". Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan, regulasi, dan hukuman terhadap penyalahgunaan teknologi "deepfake". Selain itu, juga perlu edukasi masyarakat tentang cara mengenali konten "deepfake" serta jika menjadi korban, langkah-langkah yang dapat diambil untuk melindungi diri.

Selain itu, pihak platform digital juga harus bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran konten "deepfake" yang tidak sah dan merugikan. Penggunaan teknologi kecerdasan buatan harus diatur dengan ketat, agar dapat digunakan secara etis dan sesuai dengan tujuan yang baik.

Dalam era di mana teknologi semakin canggih, penting bagi kita untuk mengasah kewaspadaan terhadap potensi penyalahgunaan teknologi AI. Kasus yang menimpa Olga Loiek merupakan peringatan bagi kita semua akan urgensi perlindungan terhadap individu dalam dunia digital yang semakin kompleks. Selain itu, kita juga harus terus mendorong inovasi yang bertanggung jawab, sehingga teknologi terus memberikan manfaat bagi kehidupan manusia tanpa menimbulkan kerugian yang tidak perlu.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved