Begini Apple Berusaha Geser Produksi iPhone dari Cina ke India Karena Beberapa Alasan

Tanggal: 27 Apr 2025 17:57 wib.
Diversifikasi produksi iPhone oleh Apple sudah dimulai sejak tahun 2017, ketika perusahaan raksasa teknologi asal Amerika Serikat ini menggandeng Wistron untuk memproduksi model iPhone 6s dan iPhone SE di pabrik mereka yang berlokasi di Bengaluru, India. Saat itu, tingginya tarif pajak impor untuk barang-barang yang berasal dari Cina menjadi faktor utama yang memacu Apple untuk memindahkan beberapa lini produksinya ke India. 

Memasuki masa kepresidenan Donald Trump, di mana hubungan antara AS dan Cina semakin memanas, Apple semakin memperkuat posisi produksinya di India. Hingga April 2024, sekitar 14 persen dari total produksi iPhone di seluruh dunia sudah dilakukan di India. Para analis mencatat bahwa angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 25 persen pada akhir tahun 2024. Sementara itu, Amerika Serikat sendiri mencatat kontribusi sekitar 28 persen dari total pengiriman iPhone Apple di pasar global.

Menurut laporan terbaru dari Times of India, produksi iPhone di India berkisar antara 40 hingga 43 juta unit per tahun, dengan sekitar 80 persen dari angka tersebut ditujukan untuk ekspor ke berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat. Pada tahun 2026, diperkirakan angka ini akan meningkat signifikan menjadi antara 70 hingga 80 juta unit, menjadikan India sebagai penyuplai utama kebutuhan iPhone yang diperkirakan mencapai 60 juta unit di pasar AS.

Proses produksi iPhone di India dijalankan melalui dua mitra utama, yakni Foxconn dan Tata Electronics. Perusahaan Tata baru-baru ini melakukan akuisisi terhadap fasilitas produksi Wistron serta Pegatron, yang semakin memperkuat posisi India sebagai alternatif produksi bagi Apple.

Perbandingan antara India dan Cina juga menarik untuk dibahas. Cina merupakan negara yang paling merasakan dampak langsung dari kebijakan tarif agresif yang diterapkan oleh Trump. Meski CEO Apple, Tim Cook, sudah berusaha untuk mendapatkan pengecualian tarif bagi produk-produk mereka, upaya tersebut tampaknya tidak memberikan hasil yang diharapkan.

Dalam konteks tarif, produk impor dari Cina ke Amerika Serikat dikenakan tarif sebesar 145 persen. Walaupun sebelumnya ada pengecualian sementara untuk ponsel pintar, Apple tetap harus membayar tarif yang mencapai 20 persen, yang sudah berlaku bahkan sebelum Trump terpilih lagi sebagai presiden.

Di sisi lain, India juga menghadapi tarif sebesar 26 persen. Namun, penerapan tarif ini ditunda selama 90 hari agar kedua negara bisa melakukan negosiasi lebih lanjut. Kunjungan Wakil Presiden AS, JD Vance, ke India baru-baru ini menunjukkan adanya kemajuan yang positif dalam negosiasi antara Washington dan New Delhi. Pendekatan yang lebih bersahabat ini menjadi harapan untuk memperkuat hubungan dagang antara Amerika Serikat dan India, serta memberikan keuntungan bagi Apple dalam hal produksi dan pemasaran iPhone di pasar global.

Seiring berjalannya waktu, perusahaan Apple tampaknya semakin menyadari bahwa diversifikasi lokasi produksi adalah langkah penting untuk meminimalkan risiko yang dihadapi akibat ketegangan geopolitik dan kebijakan perdagangan yang tidak menentu. India, dengan populasi yang besar dan biaya tenaga kerja yang relatif lebih rendah, menawarkan banyak kesempatan bagi Apple untuk mengembangkan produksinya lebih lanjut.   

Dengan semua langkah strategis ini, Apple tidak hanya berusaha untuk menanggulangi tantangan yang ada, tetapi juga memposisikan diri secara lebih kompetitif dalam pasar global yang semakin dinamis.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved