Batu Bara Melesat di Tengah Kiamat Batu Bara Inggris, China Penyelamat
Tanggal: 6 Okt 2024 22:03 wib.
Harga batu bara kembali mengalami lonjakan signifikan dalam sepekan terakhir. Kenaikan harga batu bara ini didorong oleh sikap dovish dari The Federal Reserve (The Fed) yang akhirnya memutuskan untuk memangkas suku bunga Amerika Serikat (AS). Hal tersebut berdasarkan data dari Refinitiv, yang melaporkan bahwa harga kontrak batu bara dunia acuan ICE Newcastle pada perdagangan Jumat (4/10/2024) melesat 4,91% di level US$149,6 per ton. Dalam sepekan harga batu bara telah mencatatkan lonjakan sebesar 3,35%.
Kenaikan harga batu bara ini juga dipicu oleh stimulus ekonomi yang dilakukan oleh China, yang merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia. Stimulus ini dijalankan dengan menurunkan jumlah uang tunai yang harus dimiliki bank (juga dikenal sebagai rasio persyaratan cadangan atau RRR) sebesar 0,5%.
Langkah ini membebaskan likuiditas sebesar 1 triliun yuan (US$142 miliar) dan dapat diikuti oleh pemotongan 0,25-0,5% lagi akhir tahun ini. Selain itu, bank sentral China juga memangkas suku bunga acuan pada perjanjian pembelian kembali terbalik tujuh hari sebesar 20 basis poin menjadi 1,5%. Semua kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas industri manufaktur yang sebagian besar masih mengoperasikan produksi menggunakan energi batu bara.
Namun, meskipun terjadi kenaikan harga batu bara yang signifikan, sentimen buruk dari Inggris tetap membatasi kenaikan tersebut. Inggris sendiri akan segera berhenti memproduksi listrik dari pembakaran batu bara, mengakhiri ketergantungan selama 142 tahun pada bahan bakar fosil ini. Pembangkit listrik tenaga batu bara terakhir di negara itu, yang terletak di Ratcliffe-on-Soar, akan menghentikan operasinya pada hari Senin setelah beroperasi sejak 1967.
Keputusan ini merupakan bagian dari upaya Inggris untuk mengurangi kontribusinya terhadap perubahan iklim. Pasalnya, batu bara terkenal sebagai bahan bakar fosil paling kotor yang menghasilkan gas rumah kaca paling banyak ketika dibakar. Menteri Energi Michael Shanks menyatakan, “Kami berutang budi kepada generasi-generasi sebelumnya sebagai sebuah negara.” Inggris, sebagai tempat kelahiran tenaga batu bara, kini menjadi ekonomi besar pertama yang menghentikan penggunaannya.
Meskipun demikian, pertumbuhan pesat energi hijau di Inggris memungkinkan batu bara untuk benar-benar dimatikan untuk sementara waktu. Ini merupakan tonggak penting dalam transisi energi yang sedang berlangsung di Inggris. Lord Deben, mantan sekretaris lingkungan terlama, juga mengungkapkan bahwa ini adalah hari yang sangat luar biasa, karena Inggris membangun kekuatannya di atas batu bara selama revolusi industri. Dengan berhentinya penggunaan batu bara sebagai sumber energi utama, Inggris sekali lagi menjadi pionir dalam energi hijau.
Kombinasi dari kenaikan harga batu bara yang didorong oleh stimulus China dan sentimen positif terkait penghentian penggunaan batu bara di Inggris memberikan gambaran yang menarik mengenai dinamika pasar energi global. Diperkirakan bahwa China akan tetap menjadi pemain utama dalam permintaan batu bara di masa mendatang dengan kebijakan stimulusnya yang terus dilakukan.
Sementara itu, keputusan Inggris untuk menghentikan penggunaan batu bara sebagai sumber energi merupakan langkah progresif dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini juga dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain di dunia untuk beralih ke energi bersih.
Secara keseluruhan, kenaikan harga batu bara yang dipicu oleh faktor-faktor domestik, terutama stimulus China, dan keputusan penghentian penggunaan batu bara di Inggris telah menciptakan perubahan dinamika dalam pasar energi global. Kedua kejadian ini menunjukkan pentingnya kebijakan publik dalam membentuk arah pasar energi di masa yang akan datang. Diperlukan perubahan yang progresif menuju energi bersih agar dapat mengurangi dampak perubahan iklim secara global.
Maka dari itu, langkah-langkah seperti stimulus ekonomi yang memperhatikan dampak lingkungan dan kebijakan transisi energi menjadi sangat penting untuk dilakukan oleh negara-negara lainnya. Namun, seiring dengan langkah-langkah kebijakan yang diambil, perlu juga untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak dari kebijakan-kebijakan tersebut terhadap pasar energi global dan lingkungan.