Baterai Inovatif Memungkinkan Drone Terbang di Suhu Ekstrem, hingga Minus 36 Derajat
Tanggal: 19 Mar 2025 21:01 wib.
Dalam dunia teknologi yang terus berkembang, sebuah inovasi menarik telah muncul di bidang drone. Tim peneliti asal China telah berhasil mengembangkan baterai lithium dengan kepadatan energi tinggi yang dirancang khusus untuk beroperasi dalam kondisi temperatur yang sangat rendah, yaitu hingga minus 36 derajat Celsius. Keberhasilan ini berlangsung di kota paling utara China, yang terkenal dengan suhu beku yang ekstrem, dan menjadi titik awal bagi peningkatan fungsi drone dalam tantangan cuaca yang keras.
Pengembangan baterai ini dilaksanakan oleh Institut Fisika Kimia Dalian yang bernaung di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China. Dalam rilis yang dilaporkan oleh Science and Technology Daily pada hari Minggu, 16 Maret, para peneliti mengungkapkan bahwa terobosan ini akan membawa manfaat signifikan bagi berbagai aplikasi, termasuk ekspedisi kutub, patroli perbatasan, operasi penyelamatan bencana, dan layanan logistik dalam lingkungan ekstrem.
Chen Zhongwei, pemimpin tim penelitian baterai ini, mengemukakan bahwa uji coba yang berhasil mencatatkan performa luar biasa dari sebuah drone hexacopter. Pengujian itu menunjukkan penerbangan yang stabil serta ketahanan yang mengesankan di suhu dingin yang ekstrem. Drone tersebut bisa melakukan start-up yang cepat, melakukan manuver di ketinggian, serta menavigasi rute yang kompleks tanpa adanya fluktuasi voltase atau penurunan daya mendadak, menunjukkan integritas baterai yang luar biasa dalam kondisi dingin.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh tim peneliti adalah penurunan drastis kinerja baterai lithium di suhu rendah. Untuk mengatasinya, tim Chen melakukan inovasi pada formulasi elektrolit dan modifikasi material anoda, sehingga menghasilkan output daya yang stabil meskipun berada di rentang suhu antara minus 40 hingga 50 derajat Celsius.
Lebih menariknya, tim ini berhasil mengintegrasikan teknologi manajemen termal adaptif yang memungkinkan pengurangan penurunan daya tahan baterai di suhu minus 40 derajat Celsius menjadi kurang dari 10 persen dari kapasitas normal. Hal ini tentu jauh lebih baik dibandingkan dengan angka rata-rata industri yang berkisar antara 30 hingga 50 persen. Dengan pencapaian ini, waktu operasional drone di daerah kutub atau dataran tinggi bisa diperpanjang secara signifikan, sehingga frekuensi pengisian ulang bisa diminimalkan, yang dalam konteks operasional sangat menguntungkan.
Tim peneliti berencana untuk terus melakukan penyempurnaan pada teknologi baterai ini agar aplikasinya bisa meluas, tidak hanya terbatas pada drone, tetapi juga peralatan lain yang beroperasi di lingkungan ekstrem. Inovasi ini tentu saja membuka peluang baru dalam pengembangan teknologi untuk memenuhi tantangan di lapangan, terutama di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau dan memiliki cuaca yang tidak bersahabat.