Sumber foto: iStock

Babak Baru Konflik Israel vs Hizbullah Usai Serangan di Dataran Tinggi Golan

Tanggal: 2 Agu 2024 21:10 wib.
Ketegangan antara Israel dan Hizbullah kembali meningkat setelah sebuah proyektil jatuh di lapangan sepak bola di komunitas Druze di Dataran Tinggi Golan yang diduduki, menewaskan 12 anak-anak dan orang muda serta melukai 30 lainnya. Insiden ini memicu kekhawatiran akan munculnya perang regional yang lebih luas.

Hizbullah secara tegas membantah bertanggung jawab atas proyektil tersebut, sedangkan Israel menyalahkan kelompok Lebanon atas serangan mematikan pada Sabtu (27/7/2024). Militer Israel mengklaim telah menemukan bukti di lapangan yang menunjukkan roket Falaq-1 buatan Iran jatuh di lapangan sepak bola, dengan klaim bahwa komandan Hizbullah mengarahkan serangan dari lokasi peluncuran di Shebaa di Lebanon selatan. Namun, Hizbullah dengan tegas menyangkal keterlibatan mereka dalam serangan tersebut. Kelompok tersebut secara sistematis telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap posisi Israel setiap hari, dan melaporkan telah melancarkan ratusan serangan sejak dimulainya konflik.

Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken, juga mempertegas dugaan keterlibatan Hizbullah dalam serangan tersebut. Selain itu, situs web berita Axios mengutip seorang pejabat Amerika Serikat yang mengatakan bahwa pejabat Hizbullah telah memberi tahu PBB bahwa yang menghantam lapangan sepak bola adalah proyektil pencegat antiroket Israel.

Meskipun belum ada kesimpulan tegas mengenai pelaku serangan, insiden ini telah memicu reaksi keras dari pihak Israel. Pada Minggu, Israel mengumumkan bahwa mereka menargetkan beberapa lokasi Hizbullah di seluruh Lebanon dan mengatakan kelompok tersebut telah melewati "garis merah" dan akan "membayar harga yang mahal".

Keputusan tentang bagaimana menanggapi insiden di Majdal Shams akan diputuskan pada pertemuan kabinet keamanan Israel pada minggu mendatang. Hukum Israel mewajibkan setiap keputusan mengenai tindakan militer yang dapat menyebabkan perang harus diambil secara multilateral di kabinet.

Omar Baddar, seorang analis politik Timur Tengah, menekankan bahwa perlu adanya penyelidikan independen untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dalam insiden ini. Beliau juga menyatakan bahwa tidak ada pihak di wilayah tersebut yang memiliki kepentingan politik atau militer dalam menargetkan pertandingan sepak bola anak-anak di Dataran Tinggi Golan yang diduduki. Kemudian, Randa Slim, seorang peneliti senior di Middle East Institute di Washington, DC, menyatakan bahwa Israel dan Hizbullah tidak tertarik pada perang habis-habisan, mengingat dampak secara keseluruhan yang akan ditimbulkan.

Sekalipun demikian, respons dari Iran dalam insiden ini juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Teheran telah memberikan peringatan kepada Israel agar tidak melakukan "petualangan baru" apapun, dengan menyebut insiden di Majdal Shams sebagai "skenario yang dibuat-buat" yang dirancang untuk mengalihkan perhatian dari lebih dari 39.000 warga Palestina yang tewas di Jalur Gaza. Iran juga menegaskan bahwa apabila terjadi eskalasi lebih lanjut, maka Israel akan bertanggung jawab atas akibat dan reaksi negatif yang tidak terduga dari perilaku tersebut.

Meskipun respons dari Iran mengarah pada kekhawatiran akan eskalasi konflik, beberapa analis memperkirakan bahwa baik Israel maupun Hizbullah tidak tertarik pada perang habis-habisan, mengingat konsekuensi yang akan ditimbulkan. Dalam konteks ini, peran Amerika Serikat menjadi kunci dalam menjaga stabilitas dan mengawal kemungkinan kembali pada negosiasi damai.

Insiden ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai masa depan gencatan senjata di Gaza. Direktur CIA Bill Burns dan sejumlah pejabat Eropa tengah melakukan pertemuan di Roma untuk membahas upaya mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas. Meskipun demikian, belum jelas apakah eskalasi antara Israel dan Hizbullah akan mengganggu proses negosiasi tersebut.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved