AS Dakwa Warga Iran Atas Dugaan Rencana Pembunuhan Donald Trump
Tanggal: 10 Nov 2024 05:37 wib.
Amerika Serikat (AS) pada Jumat, (8/11/2024) mendakwa seorang pria Iran terkait dengan dugaan rencana yang diperintahkan oleh Korps Garda Revolusi Iran untuk membunuh Presiden terpilih Donald Trump, kata Departemen Kehakiman.
Menurut Departemen Kehakiman, Farhad Shakeri memberitahukan penegak hukum bahwa ia ditugaskan pada tanggal 7 Oktober 2024, untuk merencanakan pembunuhan Trump. Hal ini disampaikan dalam pernyataan yang dilansir oleh Reuters. Shakeri juga menyatakan kepada penegak hukum bahwa tidak bermaksud untuk merumuskan rencana tersebut dalam waktu yang ditentukan oleh Garda Revolusi Iran (IRGC).
Esmail Baghaei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, menanggapi tuduhan ini dengan menyatakan bahwa klaim tersebut merupakan rencana "menjijikkan" yang disusun oleh Israel dan oposisi Iran di luar negeri untuk "memperumit hubungan antara Amerika dan Iran."
Menurut DOJ, Shakeri adalah seorang aset Garda Revolusi yang tinggal di Teheran. Ia berimigrasi ke AS saat masih anak-anak dan dideportasi pada sekitar tahun 2008 setelah terlibat dalam perampokan. Saat ini, Shakeri diyakini berada di Iran, kata jaksa penuntut.
Selain Shakeri, dua warga New York yang bersama Shakeri di penjara, Carlisle Rivera dan Jonathan Loadholt, juga didakwa membantu Shakeri merencanakan pembunuhan seorang warga negara AS asal Iran di New York. Korban tersebut merupakan seorang pengkritik keras pemerintah Iran dan sebelumnya telah menjadi sasaran pembunuhan. Meskipun jaksa tidak merujuk pada nama target, namun deskripsi yang diberikan cocok dengan Masih Alinejad, seorang jurnalis dan aktivis yang kritis terhadap undang-undang penutup kepala Iran untuk wanita.
Sebelumnya, pada tahun 2021, empat warga Iran didakwa terkait dengan rencana penculikan Masih Alinejad. Pada tahun 2022, seorang pria ditangkap dengan senjata api di depan rumahnya.
Rivera dan Loadholt telah diperintahkan untuk ditahan sambil menunggu persidangan. Sampai saat ini, pengacara mereka belum memberikan komentar terkait tuduhan yang dihadapi kliennya.
Dari kasus ini, terlihat bahwa hubungan antara AS dan Iran telah mengalami ketegangan yang sangat tinggi. Dengan adanya tuduhan rencana pembunuhan Presiden terpilih Donald Trump yang melibatkan warga Iran, hal ini dapat memperumit hubungan kedua negara tersebut. Selain itu, kasus ini juga menunjukkan bahwa aktivitas perlawanan terhadap pemerintahan Iran, seperti yang dilakukan oleh Masih Alinejad, masih terus berlangsung, meskipun harus dihadapi dengan risiko besar.
Kejadian ini juga menjadi bukti bahwa konflik politik di Timur Tengah memiliki dampak yang signifikan pada hubungan internasional, termasuk hubungan AS-Iran. Itu sebabnya, langkah-langkah diplomasi dan negosiasi yang efektif sangat diperlukan untuk mengatasi ketegangan yang terus berlangsung.
Ketika menjalin hubungan internasional, baik AS maupun Iran perlu melakukan langkah-langkah konkret untuk menciptakan rasa saling percaya di antara kedua negara. Hal ini penting untuk menyelesaikan konflik dengan jalan damai dan mencegah eskalasi kekerasan yang dapat mengancam keamanan dan stabilitas global. Masyarakat internasional juga diharapkan untuk mendukung upaya-upaya diplomatik dalam penyelesaian konflik tersebut. Semoga kasus ini dapat menjadi momentum untuk membangun dialog dan kerjasama yang lebih baik antara AS dan Iran, serta menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah.