Sumber foto: Canva

Arti di Balik Bentuk Jendela Gereja, Masjid, dan Kuil

Tanggal: 21 Jul 2025 11:01 wib.
Setiap bangunan keagamaan punya keunikan arsitektur yang seringkali menyimpan makna mendalam. Tidak terkecuali pada bagian jendela. Lebih dari sekadar lubang untuk cahaya atau sirkulasi udara, bentuk jendela pada gereja, masjid, dan kuil seringkali dirancang dengan pertimbangan simbolis, filosofis, atau bahkan fungsional yang erat kaitannya dengan ajaran dan tradisi keyakinan masing-masing. Ini adalah salah satu cara arsitektur berbicara, menyampaikan pesan tanpa kata, menghubungkan manusia dengan dimensi spiritual.

Jendela Gereja: Cahaya Ilahi dan Kisah Kekudusan

Dalam arsitektur gereja, terutama pada periode Gotik hingga Renaissance, bentuk jendela memiliki peran yang sangat sentral. Jendela-jendela besar, seringkali berbentuk lengkung runcing (ogival) atau rose window (jendela mawar), bukanlah kebetulan. Bentuk lengkung runcing yang menjulang tinggi, khas Gotik, dimaksudkan untuk menciptakan kesan vertikalitas dan kemegahan, mengarahkan pandangan ke atas, seolah mendekatkan jemaat pada surga. Ini adalah upaya untuk merefleksikan keagungan Tuhan dan kekudusan tempat ibadah.

Rose window, dengan bentuk bulat dan ornamen kaca patri yang rumit, seringkali diletakkan di bagian depan atau transept gereja. Bukan sekadar indah, pola melingkar pada rose window melambangkan keabadian, kesempurnaan ilahi, atau alam semesta. Kaca patri berwarna-warni yang mengisi jendela ini berfungsi sebagai media bercerita. Cahaya matahari yang menembus kaca patri bukan hanya menerangi interior, tetapi juga "melukis" kisah-kisah biblis atau figur-figur kudus, menciptakan atmosfer sakral yang kuat. Warna-warna yang berbeda juga seringkali punya makna simbolis tersendiri. Jadi, jendela di gereja lebih dari sekadar sumber cahaya; ia adalah bagian integral dari pengalaman spiritual, berfungsi sebagai pengingat visual akan doktrin dan sejarah keagamaan.

Jendela Masjid: Keseimbangan, Pola Geometris, dan Cahaya Terfilter

Arsitektur masjid memiliki pendekatan yang berbeda dalam merancang jendela, sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam yang menghindari representasi figuratif makhluk hidup dan menekankan pada kesederhanaan, keindahan pola, dan fungsi. Jendela masjid seringkali berbentuk lengkung (kubah) atau persegi panjang sederhana, namun dihiasi dengan pola geometris yang rumit atau kaligrafi. Pola-pola geometris ini, seperti bintang, segi delapan, atau jaring-jaring, melambangkan ketertiban, kesatuan, dan kesempurnaan ciptaan Allah, tanpa ada awal atau akhir yang jelas. Ini mencerminkan konsep keesaan Tuhan (tauhid).

Jendela pada masjid juga dirancang untuk memfilter dan mengontrol cahaya yang masuk. Ini bertujuan menciptakan suasana yang tenang, teduh, dan fokus untuk beribadah, menghindari silau berlebihan. Terkadang, jendela menggunakan kisi-kisi (mashrabiya di arsitektur Timur Tengah) yang tidak hanya berfungsi sebagai ventilasi, tetapi juga memberikan privasi dan menciptakan pola bayangan yang indah di lantai dan dinding. Bentuk lengkung pada jendela juga seringkali mencerminkan bentuk kubah dan lengkungan mihrab, menciptakan harmoni dan kesatuan visual di seluruh bangunan. Jadi, jendela masjid menggabungkan estetika abstrak, fungsi pencahayaan yang terkontrol, dan simbolisme geometris yang mendalam.

Jendela Kuil (Pura/Wihara/Vihara/Kuil Hindu-Buddha): Keterbukaan, Orientasi Alam, dan Simbolisme Kosmis

Bentuk jendela pada kuil, seperti Pura di Bali atau Wihara/Vihara dan kuil Hindu-Buddha lainnya, sangat bervariasi tergantung pada tradisi dan lokasinya. Namun, ada beberapa karakteristik umum yang bisa diamati. Jendela seringkali dirancang untuk menciptakan keterbukaan dan koneksi dengan alam di sekitarnya. Ini karena banyak tradisi spiritual, terutama dalam Hindu dan Buddha, sangat menghargai alam sebagai bagian dari ciptaan atau manifestasi ilahi. Di Pura Bali, misalnya, meskipun ada dinding pembatas, banyak area yang dirancang semi-terbuka dengan gapura atau celah yang memungkinkan pandangan ke luar atau sirkulasi udara yang bebas. Jendela atau bukaan mungkin berbentuk persegi panjang sederhana atau lengkung, namun orientasinya seringkali disesuaikan dengan arah mata angin atau objek alam yang dianggap sakral, seperti gunung atau laut.

Simbolisme mandala atau pola-pola kosmis seringkali terintegrasi dalam desain, meskipun tidak selalu eksplisit pada jendela. Ornamen-ornamen yang mengelilingi jendela atau kusen bisa menggambarkan figur dewa, elemen alam, atau motif geometris yang membawa makna filosofis. Pada Wihara/Vihara, jendela juga mungkin berfungsi untuk memastikan cahaya yang cukup masuk ke ruang sembahyang, namun tidak berlebihan sehingga mengganggu konsentrasi meditasi. Terkadang, jendela juga dilengkapi dengan ukiran kayu atau relief yang menceritakan kisah-kisah ajaran atau mitologi terkait. Bentuk jendela pada kuil lebih menekankan pada integrasi dengan lingkungan, fungsi pragmatis, dan terkadang simbolisme yang lebih organik atau terkait narasi keagamaan.

Jendela di setiap bangunan keagamaan bukan hanya elemen arsitektur biasa. Mereka adalah cerminan dari keyakinan, filosofi, dan estetika budaya yang membentuknya. Baik itu jendela kaca patri yang bercerita di gereja, pola geometris yang menenangkan di masjid, atau bukaan yang menyatu dengan alam di kuil, semuanya adalah bagian dari bahasa visual yang menghubungkan manusia dengan yang Ilahi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved