Sumber foto: (qubaca.id/ gulfnews.com)

Arab Saudi Pimpin Komisi PBB untuk Hak-Hak Perempuan

Tanggal: 29 Mar 2024 00:45 wib.
Dalam sidang tahunan Komisi PBB tentang Status Perempuan (CSW) di New York pada Rabu (27/3/2024), Arab Saudi terpilih untuk memimpin badan ini selama satu tahun ke depan. Hasil pemilihan ini menunjuk Duta Besar Arab Saudi untuk PBB, Abdulaziz Alwasil, sebagai ketua komisi hingga tahun 2025.

Keputusan ini menuai kecaman dari berbagai organisasi hak asasi manusia, termasuk Human Rights Watch, yang menyebutnya sebagai pengabaian yang mengejutkan terhadap hak-hak perempuan, mengingat catatan Arab Saudi yang menyedihkan dalam hal hak-hak perempuan. Terpilihnya Arab Saudi sebagai pemimpin komisi ini berarti negara tersebut akan memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah kebijakan dan keputusan terkait isu-isu hak perempuan dan kesetaraan gender di tingkat global selama satu tahun masa kepemimpinannya. 

Arab Saudi berhasil terpilih sebagai ketua CSW secara aklamasi dan tanpa penolakan. Saat itu, juga tidak ada negara lain yang mencalonkan diri untuk posisi tersebut. Kesempatan ini didapat Saudi karena Filipina ditekan untuk membagi masa jabatannya kepada negara lain. Biasanya, sebuah negara memegang kursi kepemimpinan selama dua tahun. Awalnya, Bangladesh sempat diharapkan untuk mengambil alih posisi ini, tetapi pada akhirnya Arab Saudi maju dan melakukan lobi untuk mendapatkan kursi ini. Langkah Arab Saudi ini dipandang sebagai upaya untuk memperbaiki citra kerajaan di mata dunia. 

Terpilihnya Arab Saudi untuk posisi ini langsung mengundang kecaman dari organisasi-organisasi hak asasi manusia terkemuka, seperti Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International. HRW bahkan menyerukan kepada negara-negara anggota PBB untuk menolak pencalonan Arab Saudi. Alasannya, Arab Saudi dinilai telah secara sistematis mendiskriminasi perempuan dan menganiaya para aktivis yang memperjuangkan hak-hak perempuan.

Sebagai upaya untuk mencegah terpilihnya Arab Saudi, HRW sempat melakukan lobi kepada negara-negara anggota komisi lainnya, seperti Belanda, Jepang, Portugal, dan Swiss, agar mereka memprotes keputusan ini. Namun, tidak ada satu pun negara yang bersedia untuk menyuarakan keberatan mereka secara terbuka. Louis Charbonneau, Direktur PBB di HRW, menyatakan bahwa jika semua negara anggota komisi memprotes dengan cukup keras, maka pemilihan Arab Saudi sebagai ketua tidak akan terjadi. Menurutnya, sikap diam negara-negara anggota ini menunjukkan kurangnya komitmen serius terhadap perlindungan dan penegakan hak-hak perempuan di tingkat global.

"Sebuah negara yang memenjarakan perempuan hanya karena mereka memperjuangkan hak-haknya, tidak pantas menjadi wajah forum utama PBB untuk hak-hak perempuan dan kesetaraan gender. Otoritas Arab Saudi harus menunjukkan bahwa kehormatan ini tidak sepenuhnya tidak pantas mereka dapatkan, dengan segera membebaskan semua aktivis hak-hak perempuan yang ditahan, mengakhiri sistem perwalian laki-laki, dan memastikan hak-hak perempuan sepenuhnya setara dengan laki-laki", ujar Charbonneau, dikutip dari The Guardian.

Arab Saudi telah lama dikritik karena kebijakan-kebijakannya yang dinilai diskriminatif terhadap perempuan. Meskipun negara ini telah mengambil beberapa langkah reformasi, seperti mengizinkan perempuan untuk mengemudi sejak 2018 dan tinggal sendiri tanpa izin wali laki-laki sejak 2021, namun sistem perwalian laki-laki masih belum sepenuhnya dihapuskan.

Undang-undang status pribadi yang ditetapkan pada 2022, yang diklaim sebagai bukti kemajuan hak-hak perempuan oleh pejabat Arab Saudi, ternyata masih mengharuskan perempuan untuk mendapatkan izin dari wali laki-laki untuk menikah dan mewajibkan istri untuk mematuhi suaminya sebagai syarat dukungan finansial.

Baru-baru ini, pemerintah Arab Saudi mengklaim bahwa negara ini tengah melalui periode reformasi besar-besaran dalam hal hak-hak perempuan, termasuk penghapusan sistem perwalian laki-laki. Meski demikian, masih banyak pihak yang meragukan klaim ini dan menilai pemimpin Arab Saudi harus membuktikan komitmen nyata mereka terhadap kesetaraan gender sebelum memimpin sebuah forum utama PBB tentang hak-hak perempuan. Reformasi yang dijalankan oleh negara ini dinilai sebagai langkah positif, namun prosesnya masih terbilang lambat dan penuh dengan hambatan. Terlepas dari klaim reformasi, fakta bahwa Arab Saudi terpilih untuk memimpin komisi internasional tentang hak-hak perempuan masih menjadi sorotan dan kembali memunculkan kontroversi terkait hak-hak perempuan di negara tersebut.

Secara umum, pemilihan Arab Saudi sebagai ketua CSW menuai pro dan kontra. Meskipun pihak-pihak tertentu menilai langkah ini sebagai kesempatan bagi Arab Saudi untuk memperbaiki citranya di mata dunia, namun kecaman dari berbagai organisasi hak asasi manusia dan komunitas internasional menegaskan bahwa Arab Saudi masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam hal hak-hak perempuan. Pemandangan yang terbelah ini menunjukkan kompleksitas isu-isu gender dan hak-hak perempuan, serta menyoroti perlunya upaya bersama dari semua negara anggota PBB untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan hak-hak perempuan di tingkat global.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved