Alasan Mahkamah Konstitusi Melarang Ibunda Goo Hara Menerima Warisan Putrinya

Tanggal: 27 Apr 2024 15:21 wib.
Hampir 5 tahun setelah kepergian idol Kpop, Goo Hara, Mahkamah Konstitusi Korea mengambil keputusan yang menggegerkan. Putusan tersebut melarang anggota keluarga yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap anggota keluarga yang meninggal untuk menerima warisan.

Keputusan ini merupakan hasil akhir dari apa yang disebut "Hukum Goo Hara" yang menjadi perbincangan sejak tahun 2021. 

Sebelumnya, Pasal 112, Ayat 4 KUH Perdata yang mengatur hak waris anggota keluarga di Korea Selatan telah menjadi sorotan masyarakat setelah kematian tragis Goo Hara. Menurut peraturan yang berlaku, anggota keluarga berhak atas sebagian harta warisan orang yang meninggal, tanpa memandang bagaimana hubungan mereka.

Namun, permasalahan muncul ketika Goo Hara meninggal karena ibunya yang telah menjauh selama 20 tahun, mendadak muncul di pemakaman dan mengklaim bagiannya di tanah milik mendiang Goo Hara. Kakak laki-lakinya, Goo Ho In, kemudian mengajukan gugatan terhadap ibu mereka dengan alasan bahwa ibu mereka tidak berhak atas warisan saudara perempuannya karena dinilai telah menelantarkan mereka saat masih kecil.

Namun, undang-undang warisan yang berlaku menetapkan bahwa orang tua adalah satu-satunya pewaris almarhum jika almarhum tersebut tidak memiliki anak atau pasangan. Dengan begitu, ibu Goo Hara berhak mengklaim separuh harta milik putrinya.

Setelah melalui proses persidangan, ibu Goo Hara akhirnya memenangkan gugatan tersebut dan mendapatkan 40% dari harta milik Goo Hara. Meskipun demikian, kasus ini memicu perdebatan besar di masyarakat.

Dalam waktu 17 hari, lebih dari 100.000 orang menandatangani petisi yang dimulai oleh Goo Ho In, meminta perubahan hukum warisan. Mereka meminta adanya peraturan yang menyatakan bahwa orang tua yang mengabaikan kewajiban mereka terhadap anak-anak mereka tidak berhak menjadi ahli waris.

Merasa tertekan dengan pandangan masyarakat, Majelis Nasional akhirnya mengusulkan "Hukum Goo Hara" pada tahun 2021. Hukum ini bertujuan untuk melarang orang tua yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap anak-anaknya untuk menerima warisan.

Namun, perlu diingat bahwa hukum ini sudah habis masa berlakunya pada sidang Majelis Nasional ke-20 dan masih menunggu keputusan di Majelis Nasional ke-21.

Kementerian Kehakiman pun turut ambil bagian dengan mengajukan rancangan undang-undang serupa yang bertujuan untuk memperkuat warisan jika ada anggota keluarga yang melanggar kewajiban penting atau ikut serta dalam pelecehan.

Namun, upaya-upaya tersebut tidak mencapai hasil yang diharapkan. Kritik terhadap undang-undang waris terus berlanjut, sampai pada akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa sebagian peraturan hukum waris saat ini adalah inkonstitusional. Perjanjian ini menghapuskan sebagian sistem yang ada saat ini, termasuk hak saudara kandung untuk mengklaim warisan kecuali mereka dijanjikan hadiah terlebih dahulu.

Meskipun ada perubahan yang disambut baik, banyak pakar hukum menyatakan bahwa mereka akan terus mendorong pemberlakuan undang-undang tersebut dengan lebih akurat dan efektif. 

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved