5 Negara yang Melarang Perayaan Natal: Tradisi Dibatasi hingga Ancaman Hukuman
Tanggal: 25 Des 2024 20:35 wib.
Hari Raya Natal merupakan momen berharga bagi umat Kristen di seluruh dunia yang merayakan. Sayang, ternyata momen yang diikuti dengan serangkaian kegiatan mulai dari keagamaan hingga seremonial tidak bisa dilakukan di berbagai negara. Bahkan, beberapa negara melarang keras perayaan natal, termasuk negara tetangga RI. Tak tanggung-tanggung, ternyata ada negara yang tak segan untuk memberikan denda bagi warganya yang merayakan Natal.
Somalia
Melansir dari CGTN Africa, Pemerintah Somalia telah melarang perayaan Natal dan Tahun Baru di wilayahnya sejak lama. Aturan ini telah ditetapkan sejak 2009 dengan mengadopsi Syariah.
Salah satu alasan utama Natal dan Tahun Baru dilarang di negara mayoritas Muslim itu adalah khawatir dengan kemunculan serangan dari kelompok Islamis.
Pemerintah Somalia mengkhawatirkan bahwa perayaan-perayaan tersebut bisa memunculkan serangan dari kelompok Islamis yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Secara resmi, perayaan Natal tidak diizinkan untuk dirayakan di tempat umum seperti hotel atau pusat perbelanjaan. Namun, warga asing masih diperbolehkan untuk merayakan hari raya Kristiani di rumah masing-masing.
Wali Kota Mogadishu, Yusuf Hussein Jimale, menyatakan bahwa larangan perayaan Natal di ibu kota Somalia ini sebenarnya tidak berlaku bagi penduduk non-Muslim. Hal ini berarti bahwa non-Muslim bebas untuk merayakan Natal di wilayah tersebut. Namun, larangan ini tetap dijalankan untuk mencegah potensi serangan oleh kelompok Islamis militan Al-Shabaab kepada orang-orang yang berkumpul di hotel atau tempat umum lainnya.
Meskipun perayaan Natal dilarang di tempat umum, kompleks dan basis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika yang berbasis di Somalia tetap diizinkan untuk merayakan Natal. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung perlawanan pemerintah terhadap militan terkait Al-Qaeda tersebut.
Korea Utara
Korea Utara dikenal sebagai salah satu negara komunis terakhir di dunia. Di negara ini, sebagian besar penduduknya adalah agnostik (pandangan bahwa Tuhan tidak dapat diketahui dan mungkin tidak akan dapat diketahui) dan ateis (tidak percaya Tuhan).
Natal tidak pernah dirayakan secara terbuka di Korea Utara sejak dinasti Kim mulai membatasi kebebasan beragama pada tahun 1948. Sebagian besar umat Kristiani di Korea Utara menyembunyikan identitas mereka dan merayakan Natal secara rahasia. Hal ini berkaitan dengan ancaman hukuman mati yang diberlakukan terhadap siapa pun yang terbukti mengikuti upacara perayaan Natal di negara tersebut.
Meskipun demikian, konstitusi Korea Utara sebenarnya memberikan kebebasan beragama kepada seluruh warganya. Namun, hal ini tidak berlaku dalam praktiknya. Bagi umat Kristiani di Korea Utara, merayakan Natal secara terbuka merupakan tindakan yang berisiko tinggi dan bisa berujung pada hukuman mati.
Brunei Darussalam
Brunei Darussalam, negara tetangga Indonesia, juga memiliki sejarah larangan terhadap perayaan Natal secara terbuka. Larangan ini telah berlaku sejak 2014, dan umat Kristiani di negara ini diperbolehkan untuk merayakan Natal secara tertutup dan melaporkan kegiatan mereka kepada pihak berwenang.
Larangan ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran terkait perayaan natal berlebihan yang mampu menimbulkan kesesatan pada penduduk muslim di Brunei Darussalam. Melanggar larangan ini dapat mengakibatkan hukuman denda hingga Rp280 juta atau bahkan hukuman penjara selama lima tahun.
Iran
Iran, sebuah negara dengan mayoritas penduduk Muslim, juga menerapkan larangan terhadap perayaan Natal di tempat umum. Segala bentuk aktivitas Natal, termasuk mendirikan pohon Natal, memasang dekorasi Natal, dan mengenakan pakaian Natal, dilarang dan dapat mengakibatkan sanksi berupa denda atau penjara.
Namun, umat Kristen di Iran masih dapat merayakan Natal di tempat-tempat pribadi, seperti rumah atau gereja. Meskipun ada larangan di tempat umum, kegiatan perayaan Natal tetap dapat dilakukan di lingkungan internal umat Kristiani tanpa adanya campur tangan dari pihak berwenang.
Tajikistan
Pemerintah Tajikistan melarang adanya perayaan Natal di tempat umum, termasuk mendirikan pohon Natal, memasang dekorasi Natal, dan mengenakan pakaian Natal. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat mengakibatkan hukuman denda atau penjara.
Larangan ini diperlukan untuk menjaga stabilitas sosial dan agama di negara tersebut. Meskipun demikian, umat Kristen di Tajikistan masih dapat merayakan Natal di tempat-tempat pribadi, seperti rumah atau gereja.
Dari lima negara di atas, terlihat bahwa larangan terhadap perayaan Natal bisa disebabkan oleh berbagai alasan, termasuk kekhawatiran terhadap stabilitas sosial, agama, dan keamanan nasional. Namun, dalam kenyataannya, umat Kristen di negara-negara tersebut masih tetap menemukan cara untuk merayakan Natal, meskipun mungkin dalam lingkup yang lebih terbatas dan rahasia.
Dengan demikian, walaupun beberapa negara menerapkan larangan terhadap perayaan Natal, semangat dan kepercayaan umat Kristen tetap kuat dan tidak dapat dipadamkan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan dan keberlangsungan perayaan Natal tetap relevan bagi komunitas Kristen di seluruh dunia, meskipun mereka mungkin harus melakukannya dengan cara yang berbedadan lebih hati-hati.