4 Kandidat Kuat Pengganti Paus Fransiskus

Tanggal: 1 Mei 2025 19:04 wib.
Paus Fransiskus meninggal dunia pada 21 April 2025, menandai berakhirnya sebuah era yang sangat signifikan dalam sejarah Gereja Katolik Roma. Peristiwa ini menarik perhatian banyak orang di seluruh dunia, terutama terkait dengan proses pemilihan Paus ke-267 yang akan dilakukan melalui Konklaf Kepausan di Kapel Sistina. Para kardinal dari berbagai penjuru dunia akan berkumpul dalam sebuah forum tertutup untuk memilih pemimpin spiritual yang baru bagi lebih dari 1,3 miliar umat Katolik. Keberangkatan Paus Fransiskus dari jabatan ini tentunya membawa perubahan besar, dan proses pemilihan tersebut kerap dimeriahkan oleh perdebatan politik internal di dalam Gereja, aliansi strategis, hingga kejutan yang sulit diduga.

Pengalaman dari konklaf sebelumnya, seperti terpilihnya Jorge Mario Bergoglio pada tahun 2013 sebagai Paus Fransiskus yang tidak diunggulkan, menunjukkan bahwa tidak ada satu pun kandidat yang benar-benar pasti hingga asap putih keluar dari cerobong Kapel Sistina. Saat ini, enam tahun setelah wafatnya Paus, nama-nama kandidat mulai mengemuka yang diharapkan mampu meneruskan atau bahkan merevisi jalur Gereja yang telah ditetapkan oleh Paus Fransiskus.

Berikut adalah empat kandidat yang dianggap memiliki peluang besar untuk menggantikan posisi Paus Fransiskus:

1. Pietro Parolin (70 tahun, Italia)

Sebagai Sekretaris Negara Vatikan sejak 2013, Pietro Parolin merupakan sosok penting dalam struktur Kuria Roma dan dikenal sebagai tangan kanan Paus Fransiskus dalam urusan diplomasi global. Peran pentingnya dalam melakukan dialog antara Vatikan dan Tiongkok, terutama terkait penunjukan uskup, serta jalinan komunikasi yang intens dengan berbagai pemerintahan di Timur Tengah, memperkuat posisinya. Karakter moderat dan pendekatan diplomatis yang diusung membuatnya disukai oleh banyak diplomat di kancah internasional. Namun, Parolin juga mendapatkan kritik dari beberapa kalangan yang menilai fokusnya pada kompromi politik dapat mengurangi keteguhan doktrin Gereja. Terlepas dari pandangan kritis tersebut, banyak yang memandangnya sebagai simbol kesinambungan dan stabilitas bagi Gereja.

2. Luis Antonio Tagle (67 tahun, Filipina)

Luis Antonio Tagle adalah sosok penting dari Asia, yang saat ini menjadi wilayah dengan pertumbuhan umat Katolik tercepat di dunia. Mantan Uskup Agung Manila ini tadinya dipandang sebagai calon favorit Paus Fransiskus, berkat kesamaan visi progresif antara keduanya. Tagle dikenal berani mengkritik pendekatan Gereja yang terasa terlalu keras terhadap kelompok seperti pasangan sesama jenis dan orang-orang yang bercerai, meski tetap mempertahankan pandangan konservatif pada isu aborsi. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir pengaruhnya di Vatikan mulai melambat, namanya tetap menjadi salah satu yang terkemuka di antara para kandidat potensial.

3. Peter Turkson (76 tahun, Ghana)

Peter Turkson jika terpilih, akan mencatat sejarah sebagai Paus kulit hitam pertama dalam era modern. Dikenal sebagai suara yang lantang dalam mengangkat isu-isu sosial global seperti perubahan iklim, ketidakadilan ekonomi, serta yang lainnya, Turkson juga tetap teguh pada prinsip tradisional Gereja dalam berbagai hal. Belakangan ini, pandangannya terhadap komunitas homoseksual menunjukkan tanda-tanda pelunakan, di mana ia berani mengkritik hukum-hukum yang diskriminatif di negara-negara Afrika dan mendorong solusi yang lebih manusiawi. Pengalamannya sebagai mantan Presiden Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian semakin memperkuat citranya sebagai calon paus yang memiliki komitmen kuat terhadap isu-isu sosial.

4. Fridolin Ambongo Besungu (64 tahun, Republik Demokratik Kongo)

Fridolin Ambongo Besungu muncul sebagai sosok konservatif yang mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai Presiden Simposium Konferensi Episkopal Afrika dan Madagaskar, ia menantang beberapa doktrin yang tidak sesuai dengan pandangan banyak umat Katolik di Afrika, termasuk mengkritik doktrin Fiducia supplicans, yang mengizinkan pemberkatan pasangan tidak menikah maupun sesama jenis. Ia menegaskan bahwa ajaran tersebut tidak relevan di benua Afrika. Dikenal sebagai seorang biarawan Kapusin, sikap tegasnya terhadap ortodoksi tampaknya akan membawa Gereja kembali menuju jalur konservatif, menjauh dari kebijakan progresif yang diusung oleh Paus Fransiskus. Walaupun ia telah mendapatkan dukungan langsung dari Paus pada tahun 2019 saat diangkat menjadi kardinal, banyak yang mempertanyakan sejauh mana ia akan mampu menyeimbangkan tradisi dengan dinamika perkembangan zaman.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved