Sumber foto: iStock

10 Negara Ini Bisa Boncos Kalau Harga Minyak Terbang Karena Perang

Tanggal: 4 Jul 2024 09:31 wib.
Konflik di wilayah Timur Tengah belum menunjukkan tanda-tanda usai. Hal ini menjadi sumber kecemasan bagi para pelaku pasar, mengingat Timur Tengah merupakan salah satu produsen minyak mentah terbesar di dunia. Iran telah memperingatkan Israel terhadap "agresi militer skala penuh" di Lebanon, dengan ancaman bahwa hal tersebut akan mengakibatkan "perang yang menghancurkan".

Israel telah mengancam untuk menyerang Hizbullah di Lebanon, yang disebut oleh Iran sebagai "perang psikologis" dan "propaganda". Perbatasan antara kedua negara telah menjadi saksi dari baku tembak antara pasukan Israel dan Hizbullah sejak konflik saat ini di Gaza meletus pada 7 Oktober 2023. Kekhawatiran akan terjadinya perang besar-besaran semakin meningkat setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel sedang mempersiapkan "operasi yang sangat menegangkan" di perbatasan dengan Lebanon. Serangkaian serangan terhadap target-target Hizbullah di Lebanon selatan juga dilakukan oleh pasukan Israel.

Hingga saat ini, ketegangan konflik tersebut belum secara signifikan menggerakkan harga minyak. Sejak pecahnya perang di wilayah Gaza pada 7 Oktober 2023, harga minyak mentah WTI naik 0,71% hingga perdagangan Senin (1/7/2024) di level US$83,38 per barel. Begitu juga dengan harga minyak mentah Brent yang tercatat naik 2,39%, mencapai level US$86,6 per barel.

Kenaikan harga minyak ini telah menyebabkan peningkatan inflasi, yang pertama-tama memengaruhi harga bahan bakar di pompa bensin, berlanjut ke harga produk segar dan bahan makanan yang dikirim dengan truk, dan akhirnya menyebar ke sebagian besar transaksi dalam ekonomi terhubung.

Meskipun Iran hanya bertanggung jawab atas sekitar 2% dari pasokan minyak global, Timur Tengah secara keseluruhan memiliki pengaruh yang besar terhadap pasokan global saat ini dan di masa mendatang. Timur Tengah memiliki 48% cadangan minyak mentah dunia. Sebagian besar negara Timur Tengah juga tergabung dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), termasuk Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Anggota OPEC saat ini memproduksi sekitar 40% minyak dunia, yang mencakup sekitar 60% minyak bumi yang diperdagangkan secara global. Di luar anggota OPEC, terdapat negara-negara produsen minyak non-OPEC seperti Venezuela, Kongo, Gabon, Guinea, Libya, Nigeria, dan Aljazair.

OPEC, yang didirikan pada tahun 1960-an, awalnya mencakup Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi, dan Venezuela. Mereka bersama-sama mengendalikan sebagian besar ekspor minyak global. Saat ini, produsen non-OPEC seperti Meksiko, Kazakhstan, Azerbaijan, dan Malaysia juga menjadi alternatif dalam pasokan minyak global.

Iran bukan lagi menjadi pemain utama seperti dulu, terutama bagi negara-negara Barat. Pada tahun 2019, Amerika Serikat dan Uni Eropa memberlakukan sanksi terhadap Iran sebagai respons terhadap program nuklir dan pelanggaran hak asasi manusia. Kini, China menjadi pembeli utama minyak Iran, dengan diskon 15% atas minyak yang diterimanya saat sanksi Barat diberlakukan.

Selain konflik di Timur Tengah, faktor lain yang turut berdampak pada harga minyak adalah ekonomi AS yang kuat dan pemulihan di pasar China. Namun, dukungan Iran terhadap militan Houthi di Yaman juga memiliki dampak besar terutama pada lalu lintas pengiriman di Terusan Suez, dimana sebagian besar lalu lintas yang tersisa melibatkan kapal tanker minyak.

Jika terjadi eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama dengan gangguan pada Selat Hormuz, jalur air sempit yang dilewati sebagian besar perdagangan minyak maritim global, maka pasar minyak global akan menghadapi titik kritis. Akibatnya, harga minyak bisa mengalami peningkatan yang signifikan dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Kondisi tersebut tidak hanya berdampak pada eksportir dan importir minyak, tetapi juga pada konsumen. Negara-negara seperti China, Amerika Serikat, India, Korea, Jepang, Italia, dan Indonesia akan merasakan dampaknya. Indonesia sendiri, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), mengimpor lebih dari 33% pasokan bahan bakar minyaknya. Impor minyak mentah Indonesia mencapai US$ 4,07 miliar pada Januari-Mei 2024. Kemudian, impor hasil minyak mencapai US$ 10,14 miliar, dengan impor terbesar berasal dari Singapura, diikuti oleh Malaysia, Arab Saudi, dan Nigeria.

Tentu saja, kondisi geopolitik yang tidak stabil di Timur Tengah telah memberikan dampak pada pasar minyak global, sehingga negara-negara di seluruh dunia perlu melakukan langkah-langkah antisipasi dan penyesuaian dalam menghadapi kemungkinan eskalasi konflik yang dapat berdampak buruk pada pasokan dan harga minyak mentah.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved