Ancaman Nyata Ekonomi Global: Jutaan Pekerjaan Terancam Hilang Akibat Perang Dagang Trump?
Tanggal: 5 Jun 2025 06:39 wib.
Ketegangan geopolitik yang terus membara di panggung dunia tak hanya memicu kekhawatiran politik, tetapi juga membawa dampak langsung terhadap pasar tenaga kerja global. Laporan terbaru dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), sebuah badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), memprediksi bahwa jutaan pekerjaan berpotensi lenyap dalam waktu dekat, seiring melemahnya ekonomi global yang salah satunya dipicu oleh kebijakan perdagangan Presiden AS, Donald Trump.
Menurut ILO, sekitar 53 juta lapangan kerja baru diproyeksikan akan tercipta secara global hingga tahun 2025. Namun, kabar baik itu dibayangi fakta bahwa 7 juta pekerjaan di antaranya berpotensi hilang akibat perlambatan ekonomi dan ketidakpastian perdagangan internasional. Dalam laporan yang dirilis pekan lalu, PBB menyoroti bahwa banyak sektor akan terdampak langsung oleh kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump terhadap mitra dagangnya.
IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global
Laporan ILO ini mengacu pada analisis Dana Moneter Internasional (IMF) yang telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Pada April 2025, IMF memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global hanya akan mencapai 2,8%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,2%. Penurunan ini dikaitkan langsung dengan ketidakpastian global yang ditimbulkan oleh langkah-langkah proteksionis Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump.
Tarif baru yang dikenakan terhadap barang-barang impor seperti baja, mobil, dan produk manufaktur lainnya, serta eskalasi perang dagang dengan negara-negara besar, menciptakan suasana bisnis yang tidak stabil. Kondisi ini membuat banyak perusahaan enggan berekspansi atau merekrut tenaga kerja baru, akibat kekhawatiran akan meningkatnya biaya dan ketidakpastian kebijakan jangka panjang.
Asia-Pasifik Jadi Wilayah Paling Terdampak
ILO memperingatkan bahwa lebih dari 84 juta pekerjaan di 71 negara sangat bergantung pada permintaan konsumen dan investasi dari Amerika Serikat. Pekerjaan-pekerjaan ini sangat rentan terhadap dampak tarif yang lebih tinggi serta gejolak dalam hubungan perdagangan.
Wilayah Asia-Pasifik menjadi yang paling terdampak, dengan lebih dari 56 juta pekerjaan berisiko hilang. Negara-negara seperti Tiongkok, India, Vietnam, dan Indonesia termasuk dalam kawasan yang perekonomiannya banyak bergantung pada ekspor ke AS. Di sisi lain, Kanada dan Meksiko juga menghadapi tekanan serupa, dengan sekitar 13 juta pekerjaan di ambang bahaya akibat ketegangan dagang ini.
Kekhawatiran Akan Efek Domino di Dunia Kerja
Dalam pernyataan resminya yang dikutip dari CNN International, PBB menyatakan bahwa para pekerja yang menggantungkan pendapatannya pada konsumsi dan investasi dari pasar Amerika kini menghadapi risiko serius. Bukan hanya ancaman kehilangan pekerjaan, tetapi juga potensi penurunan pendapatan secara drastis.
Sejak kembali menjabat sebagai Presiden pada Januari 2025, Trump telah memperketat kebijakan perdagangannya dengan menaikkan tarif impor terhadap sejumlah negara. Tujuannya adalah melindungi industri domestik AS, namun langkah ini justru menyuntikkan ketidakpastian dalam sistem perdagangan global dan memperparah kondisi ekonomi negara-negara berkembang yang bergantung pada ekspor.
Dalam konteks ini, ILO menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan menjadi lebih hati-hati dalam mengambil keputusan perekrutan. Ketidakstabilan ekonomi membuat dunia usaha cenderung menahan diri, yang pada akhirnya berdampak langsung pada lapangan pekerjaan, terutama di sektor manufaktur, logistik, dan ekspor-impor.
Pernyataan Tegas dari Direktur Jenderal ILO
Gilbert Houngbo, Direktur Jenderal ILO, menegaskan bahwa perlambatan ekonomi global saat ini tidak bisa dianggap remeh. Menurutnya, jika ketegangan politik dan kebijakan perdagangan yang diskriminatif terus berlangsung, maka akan semakin memperparah situasi di pasar kerja dunia.
“Kami menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi global kini tidak sekuat harapan. Ketika perang dagang dan konflik geopolitik terus berlanjut, dampaknya akan semakin terasa di dunia kerja. Ini adalah sinyal bahaya bagi stabilitas sosial dan ekonomi global,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Dampak Bagi Generasi Muda dan Sektor Informal
Situasi ini juga semakin menyulitkan generasi muda seperti Gen Z yang baru memasuki dunia kerja. Tidak hanya menghadapi persaingan ketat dan minimnya peluang kerja, mereka juga terancam terjebak dalam sektor informal yang tidak memberikan jaminan sosial maupun keamanan kerja. Saat ini, PBB mencatat bahwa sekitar 2 miliar orang di dunia bekerja di sektor informal, menunjukkan betapa rapuhnya sistem ketenagakerjaan global saat ini.
Kondisi ini menimbulkan tantangan besar bagi para pembuat kebijakan, pengusaha, dan masyarakat internasional untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih tangguh dan inklusif.