Sumber foto: Canva

Pewarna Berbahaya dalam Makanan: Waspada Demi Kesehatan

Tanggal: 8 Jul 2025 09:32 wib.
Pewarna makanan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari industri pangan modern. Fungsinya jelas: mempercantik tampilan makanan, membuatnya lebih menarik dan mengundang selera. Namun, di balik daya tarik visual itu, tersimpan potensi bahaya dari penggunaan pewarna tertentu, terutama yang tidak diizinkan atau digunakan secara berlebihan. Memahami pewarna apa saja yang perlu diwaspadai adalah langkah penting untuk melindungi kesehatan.

Mengapa Pewarna Berbahaya Digunakan?

Alasan utama penggunaan pewarna berbahaya, terutama pewarna tekstil atau sintetis ilegal, adalah biaya. Pewarna-pewarna ini jauh lebih murah dan pigmennya lebih kuat serta stabil dibandingkan pewarna makanan yang diizinkan. Ini tentu menggiurkan bagi produsen nakal yang ingin menekan biaya produksi dan memaksimalkan keuntungan tanpa memedulikan dampak kesehatan konsumen. Selain itu, kurangnya pengawasan yang ketat di beberapa sektor juga berkontribusi pada praktik ilegal ini.

Pewarna Tekstil dan Industri yang Sering Disalahgunakan

Ini adalah kategori pewarna yang paling berbahaya karena memang tidak dirancang untuk dikonsumsi. Pewarna ini umumnya digunakan untuk mewarnai kain, kulit, kertas, atau plastik. Ketika masuk ke dalam tubuh, zat-zat kimia di dalamnya dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius.

Beberapa pewarna tekstil yang paling sering disalahgunakan dalam makanan di Indonesia dan perlu diwaspadai adalah:


Rhodamin B: Pewarna merah cerah ini sering ditemukan pada kerupuk, terasi, saus, manisan, sirup, hingga jajanan pasar seperti kue dan cendol. Paparan Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan, gangguan fungsi hati dan ginjal, bahkan berpotensi karsinogenik (pemicu kanker) dalam jangka panjang. Ciri makanan yang mengandung Rhodamin B seringkali memiliki warna merah yang terlalu mencolok, terlihat tidak alami, dan cenderung meninggalkan rasa pahit atau rasa aneh.
Methanyl Yellow: Pewarna kuning mencolok ini acap kali ditemukan pada mi basah, kerupuk, tahu, hingga jajanan tradisional. Methanyl Yellow dapat memicu iritasi lambung, mual, muntah, diare, demam, gangguan penglihatan, dan dalam jangka panjang berpotensi merusak ginjal dan memicu tumor kandung kemih. Makanan dengan Methanyl Yellow biasanya memiliki warna kuning yang sangat terang, tidak alami, dan cenderung mengilat.
Auramine O: Pewarna kuning lain yang berbahaya ini terkadang digunakan pada tahu, mi basah, atau kerupuk. Efeknya serupa dengan Methanyl Yellow, dapat menyebabkan iritasi saluran cerna dan berpotensi menjadi karsinogenik.


Pewarna Sudan (I, II, III, IV): Kelompok pewarna merah hingga jingga ini umumnya digunakan untuk mewarnai plastik atau lilin. Ada laporan tentang penyalahgunaannya pada produk olahan cabai atau paprika. Pewarna Sudan dikenal sebagai zat karsinogenik.

Pewarna Makanan Sintetis yang Diizinkan (Namun Perlu Batasan)

Selain pewarna tekstil ilegal, ada pula pewarna makanan sintetis yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan badan regulasi pangan internasional. Pewarna ini telah melalui uji keamanan dan memiliki batas maksimum penggunaan yang ketat. Namun, masalah muncul ketika:

Digunakan melebihi batas yang diizinkan: Konsumsi berlebihan dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping, terutama pada individu yang sensitif.

Dikonsumsi oleh kelompok rentan: Beberapa penelitian menunjukkan adanya potensi hubungan antara konsumsi pewarna tertentu (misalnya, Tartrazine atau Sunset Yellow) dengan hiperaktivitas pada anak-anak yang rentan. Meskipun bukti konklusif masih terus diteliti, beberapa negara telah memberikan label peringatan atau membatasi penggunaannya.

Contoh pewarna sintetis yang diizinkan namun perlu diwaspadai penggunaannya secara berlebihan:

Tartrazine (Kuning FCF): Pewarna kuning ini adalah salah satu yang paling banyak digunakan. Beberapa studi mengaitkannya dengan reaksi alergi dan hiperaktivitas pada anak.

Sunset Yellow FCF (Kuning Oranye S): Juga terkait dengan potensi hiperaktivitas pada anak.

Allura Red AC (Merah No. 40): Pewarna merah yang cukup umum, juga masuk dalam daftar yang berpotensi memicu hiperaktivitas.

Carmoisine (Merah Azorubine): Pewarna merah lain yang juga dikaitkan dengan hiperaktivitas.

Penting untuk dicatat bahwa pewarna-pewarna ini diizinkan selama penggunaannya sesuai batas aman. Bahaya timbul jika produsen tidak mematuhi regulasi atau jika seseorang memiliki sensitivitas khusus.

Cara Mengenali dan Menghindari

Sebagai konsumen, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko paparan pewarna berbahaya:

Warna yang Mencolok dan Tidak Alami: Makanan dengan warna yang terlalu cerah, terang, mengilat, atau tidak lazim untuk jenis makanan tersebut patut dicurigai. Misalnya, kerupuk dengan warna merah ngejreng atau mi basah kuning neon.

Bau atau Rasa Aneh: Beberapa pewarna ilegal dapat meninggalkan bau kimia atau rasa pahit/tidak enak pada makanan.

Cek Label Pangan: Selalu baca label kemasan produk olahan. Pewarna yang diizinkan biasanya terdaftar dengan nama atau kode E-number (misalnya, E102 untuk Tartrazine). Jika tidak ada informasi pewarna atau menggunakan istilah yang tidak jelas, patut dipertanyakan.

Beli dari Penjual Terpercaya: Utamakan membeli makanan dari produsen atau penjual yang memiliki reputasi baik dan mematuhi standar keamanan pangan.

Masak Sendiri: Memasak makanan di rumah menggunakan bahan-bahan segar adalah cara terbaik untuk mengontrol apa yang masuk ke dalam tubuh.

Edukasi dan kewaspadaan konsumen, bersama dengan penegakan hukum yang tegas terhadap produsen nakal, adalah langkah vital untuk menciptakan lingkungan pangan yang lebih aman.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved