Mengapa Orang Indonesia Suka Memakan Kerupuk?
Tanggal: 10 Agu 2025 21:01 wib.
Di meja makan orang Indonesia, kerupuk bukan cuma pelengkap, tapi sudah jadi bagian tak terpisahkan dari hidangan. Mulai dari nasi goreng, soto, gado-gado, sampai makan nasi putih sederhana, kerupuk selalu hadir. Kehadirannya yang universal di berbagai hidangan ini seringkali memunculkan pertanyaan: kenapa orang Indonesia begitu suka dengan kerupuk? Jawabannya tidak sesederhana rasa gurih dan renyahnya, melainkan melibatkan faktor sejarah, budaya, dan bahkan sensasi makan yang unik.
Sejarah Panjang dan Ketersediaan yang Luas
Kerupuk bukan makanan baru bagi masyarakat Indonesia. Jejaknya bisa dilacak hingga berabad-abad lalu. Meskipun catatan sejarahnya tidak terlalu detail, kerupuk diyakini sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, awalnya dibuat dari bahan dasar yang melimpah seperti tepung tapioka dan ikan. Ketersediaan bahan baku yang mudah didapat, seperti udang, ikan, atau tapioka, membuat kerupuk bisa diproduksi secara massal dan terjangkau di seluruh wilayah Nusantara. Hal ini menjadikannya makanan rakyat yang bisa dinikmati oleh semua kalangan, dari pedesaan hingga perkotaan.
Proses pembuatannya yang relatif sederhana—dari adonan, dikukus, diiris tipis, dijemur, lalu digoreng—memungkinkan kerupuk bertahan lama. Ini sangat cocok dengan iklim tropis Indonesia yang panas, di mana makanan bisa cepat basi. Kerupuk yang kering bisa disimpan berbulan-bulan dan siap digoreng kapan saja, menjadikannya pilihan praktis untuk persediaan pangan. Ketersediaan yang meluas dan harga yang ekonomis inilah yang menancapkan kerupuk sebagai camilan dan lauk pendamping harian.
Sensasi Tekstur dan Rasa yang Membangkitkan Selera
Salah satu alasan paling kuat di balik kegemaran makan kerupuk adalah sensasi tekstur dan rasa yang diberikannya. Makanan Indonesia umumnya kaya akan bumbu dan rempah yang kuat, dengan tekstur yang beragam mulai dari empuk, berkuah, hingga kental. Kerupuk hadir sebagai penyeimbang. Suara "kriuk-kriuk" saat digigit dan tekstur yang renyah itu memberikan kontras yang menyenangkan pada hidangan. Sensasi ini tidak hanya menambah kenikmatan, tapi juga membuat pengalaman makan jadi lebih seru.
Selain tekstur, rasa kerupuk yang gurih dan sedikit asin juga berperan. Kerupuk bisa menjadi penambah rasa pada hidangan yang cenderung hambar, atau menjadi penyeimbang rasa pada hidangan yang terlalu pedas atau kuat bumbunya. Contohnya, makan bubur ayam tanpa kerupuk terasa kurang lengkap. Rasa gurih dari kerupuk menyatu sempurna dengan bubur yang lembut. Sama halnya dengan soto, kerupuk menjadi "jembatan" yang menyatukan rasa kuah dengan isiannya.
Makna Budaya dan Kebersamaan di Meja Makan
Di balik fungsi praktis dan sensasinya, kerupuk punya makna budaya yang mendalam. Kerupuk sering dianggap sebagai simbol kesederhanaan dan kebersamaan. Saat disajikan dalam kaleng atau toples besar di warung makan, kerupuk seolah mengundang semua orang untuk mengambilnya, tanpa ada batasan. Kebiasaan makan kerupuk juga sering kali menjadi bagian dari tradisi di berbagai acara, mulai dari pesta pernikahan hingga upacara adat.
Kehadirannya di meja makan bersama keluarga juga memperkuat ikatan. Saling berbagi kerupuk, atau bahkan saling iseng menghancurkan kerupuk di atas hidangan teman, menciptakan suasana akrab yang hangat. Kerupuk tidak hanya mengisi piring, tapi juga mengisi momen-momen kebersamaan.
Fleksibilitas dan Variasi yang Tak Terbatas
Kerupuk Indonesia itu sangat beragam, tidak hanya dari bahan tapi juga dari cara makannya. Ada kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk gendar (nasi), kerupuk bawang, hingga kerupuk kulit (rambak). Setiap daerah punya jenis kerupuk khasnya sendiri. Fleksibilitas ini membuat kerupuk bisa dinikmati dengan berbagai cara: dimakan langsung, dicocol saus, atau dihancurkan dan ditabur di atas hidangan.
Sebagai camilan, kerupuk juga bisa berdiri sendiri. Kerupuk pedas seblak, kerupuk basah, atau kerupuk yang dicampur sambal adalah beberapa inovasi yang membuktikan bahwa kerupuk bukan cuma lauk pendamping, tapi bisa jadi bintang utama.