Tersangka Dugaan Korupsi Pertamina Utak-atik Tata Kelola Minyak Mentah, Negara Rugi Rp 193,7 Triliun
Tanggal: 25 Feb 2025 11:05 wib.
Kejaksaan Agung resmi menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023. Skandal ini mengakibatkan kerugian negara yang mencapai Rp 193,7 triliun, menjadikannya salah satu kasus korupsi terbesar di sektor energi Indonesia.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, mengungkapkan bahwa penyidik menemukan adanya manipulasi dalam produksi minyak dalam negeri. Skema yang dilakukan adalah merekayasa kebijakan agar Indonesia semakin bergantung pada impor minyak mentah, sehingga memberikan keuntungan bagi pihak tertentu.
"Kami menemukan indikasi kuat bahwa ada pengkondisian dalam tata kelola minyak mentah yang menyebabkan negara mengalami kerugian besar. Produksi minyak dalam negeri seolah-olah tidak mencukupi, sehingga harus dilakukan impor dalam jumlah besar," ungkap Febrie dalam konferensi pers, Senin (24/2/2025).
Tujuh tersangka yang ditetapkan berasal dari berbagai level jabatan, mulai dari pejabat Pertamina hingga perantara bisnis yang diduga memainkan peran dalam skema ini. Mereka adalah:
RS – Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga
SDS – Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
YF – Dirut PT Pertamina International Shipping
AP – Vice President Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional
MKAN – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
YRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak
Menurut Kejaksaan, para tersangka bekerja sama untuk mengubah sistem pengadaan minyak sehingga Indonesia semakin tergantung pada impor, sementara produk dalam negeri justru tidak dioptimalkan. Kondisi ini menciptakan peluang bagi kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari impor minyak mentah.
Penyelidikan mengungkap bahwa para tersangka mengatur harga minyak impor lebih tinggi dari harga pasar, melakukan rekayasa tender, dan memberikan kontrak kepada perusahaan tertentu tanpa melalui proses yang transparan.
"Mereka bersekongkol dalam menentukan pemasok minyak mentah dan produk kilang dengan harga yang telah di-markup, sehingga menimbulkan selisih harga yang kemudian mengalir ke sejumlah pihak," ujar salah satu penyidik Kejagung.
Selain itu, ada indikasi suap dan gratifikasi yang mengalir ke berbagai pihak untuk memperlancar proses impor minyak yang merugikan negara.
Kasus ini mendapat perhatian luas karena besarnya kerugian negara yang ditimbulkan serta dampaknya terhadap sektor energi nasional. Manipulasi kebijakan ini membuat Indonesia semakin bergantung pada impor minyak, padahal sumber daya alam dalam negeri masih bisa dioptimalkan.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan penyelidikan dan menelusuri aliran dana dalam kasus ini. Tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka, termasuk pihak-pihak yang berada di luar Pertamina tetapi ikut terlibat dalam skema korupsi ini.
"Kami akan menindak tegas siapa pun yang terbukti terlibat. Tidak ada kompromi dalam kasus ini," tegas Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Sementara itu, Pemerintah dan Kementerian BUMN memastikan akan melakukan reformasi tata kelola minyak mentah di Pertamina untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kasus ini kini menjadi salah satu sorotan utama publik, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan bagi negara dan sektor energi Indonesia.