Sumber foto: Google

Terdakwa Perdagangan Kakaktua Jambul Kuning Dituntut 30 Bulan Pencaja

Tanggal: 6 Des 2024 21:23 wib.
Ferdinan Parmonangan Tampubolon (42) hanya dituntut separuh dari hukuman maksimal dalam kasus perdagangan satwa. Jaksa menuntutnya dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara karena terbukti melakukan perdagangan satwa dilindungi burung kakatua jambul kuning (Cacatua Sulphurea) sebanyak tujuh ekor.

Perdagangan satwa dilindungi bukanlah hal yang baru di Indonesia. Kendati demikian, upaya untuk memberantas perdagangan satwa liar tersebut terus dilakukan. Hal ini sebagai upaya untuk melindungi keberlangsungan hidup satwa liar yang terancam punah akibat perburuan dan perdagangan ilegal. Satu di antara kasus terbaru yang menarik perhatian adalah kasus perdagangan burung kakatua jambul kuning yang melibatkan terdakwa Ferdinan Parmonangan Tampubolon (42).

Menurut keterangan Jaksa Penuntut Umum, Ferdi, panggilan akrabnya, didakwa melakukan perdagangan hewan dilindungi berdasarkan Pasal 21 ayat (2) jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Sebagaimana dijelaskan dalam persidangan, Ferdi diduga melakukan perdagangan burung kakatua jambul kuning sebanyak tujuh ekor.

Dalam tuntutannya, Jaksa menilai bahwa perbuatan Ferdi telah merugikan negara dan mencemari lingkungan hidup. Oleh karena itu, hukuman penjara selama dua tahun enam bulan dianggap sebagai hukuman yang pantas bagi Ferdi. Meskipun demikian, tuntutan tersebut hanya separuh dari hukuman maksimal, yakni lima tahun penjara.

Ketika ditanya oleh awak media terkait tuntutannya yang dinilai ringan, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa tuntutan hukuman penjara selama dua tahun enam bulan yang diajukan telah melalui pertimbangan yang matang. Jaksa berkeyakinan bahwa tuntutan tersebut dapat memberikan efek jera bagi pelaku perdagangan satwa liar.

Di sisi lain, pihak pembelaan Ferdi beranggapan bahwa tuntutan yang diajukan oleh Jaksa terlalu berat. Mereka menyatakan bahwa Ferdi seharusnya mendapat tuntutan hukuman yang lebih ringan mengingat dia adalah seorang pengusaha kecil yang hanya terlibat dalam jaringan perdagangan satwa liar lokal. Mereka juga menambahkan bahwa Ferdi seharusnya diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya.

Kasus Ferdinan Parmonangan Tampubolon ini telah menarik perhatian publik terkait upaya penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar. Banyak pihak dari kalangan aktivis lingkungan hidup dan pecinta satwa menyoroti kasus ini sebagai contoh nyata bahwa perdagangan satwa liar masih terus berlangsung di Indonesia. Mereka juga menekankan perlunya penegakan hukum yang tegas dan efektif untuk memberantas praktik perdagangan satwa liar.

Kasus perdagangan burung kakatua jambul kuning yang melibatkan Ferdinan Parmonangan Tampubolon menjadi momentum untuk kembali diingatkan pentingnya perlindungan terhadap satwa liar di Indonesia. Dengan adanya tuntutan ini, diharapkan bahwa upaya untuk memberantas perdagangan satwa liar dapat semakin diperkuat, dan pelaku kejahatan lingkungan dapat diberikan sanksi yang lebih tegas.

Dalam persidangan, Ferdinan Parmonangan Tampubolon (42) hanya dituntut separuh dari hukuman maksimal dalam kasus perdagangan satwa. Jaksa menuntutnya dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara karena terbukti melakukan perdagangan satwa dilindungi burung kakatua jambul kuning (Cacatua Sulphurea) sebanyak tujuh ekor. Semoga kasus ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku perdagangan satwa liar dan memotivasi penegakan hukum yang lebih tegas di masa mendatang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved