Polri Pecat AKP Dadang Iskandar yang Tembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan
Tanggal: 29 Nov 2024 12:14 wib.
Polri resmi memecat atau melakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar. Keputusan itu berdasarkan hasil sidang etik yang digelar Divisi Propam Polri di Gedung TNCC, Mabes Polri pada tanggal 24 November 2021. Polri juga memberikan sanksi etika perbuatannya sebagai perbuatan tercela.
Keputusan tegas ini menjadi sorotan publik setelah kasus tembakan yang dilakukan oleh AKP Dadang Iskandar terhadap Kasat Reskrim Polres Solok Selatan. Kejadian tersebut menggemparkan masyarakat serta menjadi bahan perbincangan hangat di berbagai media.
“Saksi administraif berupa pemberhentikan tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho di Lobi TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Selasa malam. Sandi menyatakan, Dadang telah melanggar kode etik dan profesi Polri. Atas hukuman tersebut, Dadang tidak mengajukan banding.
Sebagai seorang Kabag Ops di Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi bawahannya. Namun, tindakan yang dilakukannya menunjukkan ketidaksopanan dan ketergesaan tanpa pertimbangan yang matang. Hal ini tentu saja tidak dapat ditoleransi dalam institusi kepolisian yang menuntut disiplin tinggi dan sikap profesional dalam setiap tindakan.
Dalam persidangan etik yang digelar oleh Divisi Propam Polri, terungkap bahwa tindakan AKP Dadang Iskandar melanggar kode etik kepolisian dan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tindakan yang sembrono dan melanggar aturan harus diberikan sanksi yang tegas sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
PTDH yang diterima oleh AKP Dadang Iskandar merupakan konsekuensi dari perbuatannya dan menjadi pembelajaran bagi seluruh anggota kepolisian. Sikap sewenang-wenang serta tindakan di luar prosedur tidak akan ditoleransi dalam menjaga keamanan dan kepatuhan hukum. Bagi para anggota kepolisian, integritas dan profesionalitas harus dijunjung tinggi demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Keputusan ini juga menjadi bukti bahwa Polri tidak main-main dalam menegakkan etika dan disiplin anggota kepolisian. Tindakan premanisme dan penggunaan kekerasan yang tidak proporsional harus dihindari demi menjaga citra institusi kepolisian yang bersih dan berwibawa.
Diharapkan, keputusan ini juga menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan evaluasi yang lebih mendalam terhadap seluruh anggota kepolisian. Pelatihan, penyuluhan, dan pembinaan terus-menerus harus dilakukan guna memastikan bahwa setiap anggota kepolisian memahami dengan jelas tugas dan tanggung jawabnya dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.
Selain itu, sanksi etika yang diberikan kepada AKP Dadang Iskandar juga menjadi contoh bagi anggota kepolisian lainnya bahwa tindakan melanggar etika dan prosedur akan berujung pada konsekuensi yang serius. Hal ini diharapkan dapat menjadi deterrence bagi anggota kepolisian lainnya dalam menjalankan tugasnya secara proporsional dan profesional.
Dalam menjalankan tugasnya, Polri juga dapat menjalin kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi keagamaan untuk memberikan pembinaan moral dan etika kepada anggota kepolisian. Dengan demikian, diharapkan anggota kepolisian dapat memahami pentingnya menjaga integritas dan moralitas dalam menjalankan tugasnya sebagai pelindung masyarakat.
Keputusan Polri dalam memecat atau memberikan PTDH terhadap AKP Dadang Iskandar menjadi bukti keseriusan institusi kepolisian dalam menegakkan hukum dan menjaga profesionalitas anggota kepolisian. Semoga dengan adanya keputusan ini, akan memberikan efek jera bagi anggota kepolisian lainnya untuk senantiasa menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, disiplin, dan profesionalitas.