Sumber foto: Google

Polisi dan PPATK Melacak Aset Tersangka Penipuan Investasi Forex

Tanggal: 5 Agu 2024 08:55 wib.
Polda Metro Jaya bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam upaya melacak aset seorang warga negara India bernama VVS, yang diduga terlibat dalam praktik penipuan dan penggelapan melalui investasi forex emas. Tersangka ini diperkirakan telah mengumpulkan keuntungan sebesar Rp 3,5 miliar dari tindakan kejahatannya.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Hendri Umar, mengungkapkan bahwa tersangka telah menggunakan sebagian besar dana yang diterimanya dari para korban untuk kepentingan pribadi. Oleh karena itu, kepolisian telah berkoordinasi dengan PPATK untuk melacak aset tersangka tersebut.

"Hanya sekitar satu juta rupiah yang tersisa di rekening tersangka, sehingga perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana uang hasil kejahatan tersebut digunakan oleh tersangka," ujar Hendri pada Jumat, 26 Juli 2024.

Selain itu, Polda Metro Jaya juga telah menghubungi Kedutaan Besar India untuk memberitahukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap warga negara India ini. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa pelapor kasus ini, yakni GRN, juga merupakan warga negara India.

"Kami telah berkoordinasi dengan Kedubes India untuk memberitahukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Warga Negara India. Ini tentu menarik perhatian Kedubes India karena pihak yang melapor juga merupakan Warga Negara India," ungkap Hendri.

Hendri Umar menjelaskan bahwa kronologi kasus ini bermula dari laporan polisi yang diterima pada akhir 2023. Korban, menurut Hendri, melaporkan bahwa tersangka menawarkan investasi trading forex emas dengan janji keuntungan sebesar 5 persen setiap bulan. Pada bulan April 2021, korban menyerahkan uang sebesar USD 50 ribu kepada tersangka.

"Pada delapan bulan pertama, kerjasama tersebut berjalan lancar. Tersangka memberikan keuntungan sebesar USD 2.500 kepada korban. Namun, mulai bulan kesembilan hingga dua belas, keuntungan tidak dibayarkan lagi," ujar Hendri.

Tersangka kemudian menawarkan skema investasi kedua dengan pembagian keuntungan yang lebih besar, yakni 50 banding 50. Korban kembali tertarik dan menyerahkan uang sebesar USD 250.000 kepada tersangka. Namun, tidak ada pengembalian modal maupun keuntungan dari perjanjian kedua ini.

Hendri juga menjelaskan bahwa tersangka kemudian menawarkan skema investasi ketiga dengan janji keuntungan 5 persen dan pengembalian utang dari perjanjian sebelumnya. "Namun, hasilnya nihil. Semua itu tidak terealisasi," tambahnya.

Tersangka dijerat dengan Pasal 372 tentang penggelapan dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara, dan Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Namun, kasus ini juga menunjukkan bagaimana maraknya penipuan investasi forex di masyarakat, terutama dengan menawarkan keuntungan yang besar dan janji-janji tidak masuk akal. Kejadian seperti ini seharusnya memberikan pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menginvestasikan uang mereka.

Dari kasus ini, kita juga mengetahui betapa pentingnya peran lembaga seperti PPATK dalam melacak aset tersangka dalam kasus-kasus kejahatan finansial. Dengan bantuan lembaga ini, diharapkan penegakan hukum terhadap para pelaku kejahatan finansial dapat lebih efektif dan berhasil dalam mengungkap jejak-jejak kejahatan yang tersembunyi.

Penegakan hukum terhadap kasus-kasus investasi bodong juga harus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. Memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban-korban investasi ilegal harus menjadi prioritas, serta menindak tegas para pelaku kejahatan finansial agar tidak semakin meresahkan masyarakat.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved