Pegawai Honorer Pemkab Nunukan Dibunuh Kekasihnya: Pelaku Sakit Hati Tak Kunjung Dinikahi
Tanggal: 28 Jun 2024 04:41 wib.
Kasus terbunuhnya Yohanes Sutoyo (44), pegawai honor Pemkab Nunukan pada Selasa (25/6/2024) dini hari, menemui titik terang. Kasat Reskrim Polres Nunukan, AKP Lusgi Simanungkalit mengungkapkan, pelaku pembunuh merupakan kekasih korban. Untuk diketahui, pelaku pernah menikah sebanyak 3 kali, sebelum menjalin asmara dengan korban.
"Dari hasil penyelidikan dan pendalaman kasus yang kami lakukan, pelaku adalah B (38), kekasih korban. Motif pelaku karena sakit hati dan malu karena tak kunjung dinikahi,"ujarnya, dalam rilis pers, Kamis (27/6/2024). B, sudah menjalin hubungan asmara dengan korban selama 3 tahun. B yang merupakan seorang janda dengan 6 anak ini, ingin sebuah kepastian hubungan. "Dan sebelum kejadian, terjadilah cekcok yang berujung penikaman yang menewaskan korban,"imbuhnya.
Usai membunuh korban, pelaku berinisiatif datang ke Polsek Nunukan. B pun sudah merancang cerita untuk disampaikan ke polisi. B bercerita bahwa saat tidur bersama korban tiba-tiba datang pelaku bernama Unding yang berniat memperkosanya. "Dan menurut skenario pelaku, korban mencoba melawan, sehingga Unding menusuk leher dan dada korban,"jelasnya.
Untuk memastikan skenario ceritanya sempurna, pelaku membawa celana jeans dan sandal selop hitam yang dikatakan milik Unding ke depan rumah. B bergegas mencuci pisau kecil sepanjang 20 cm yang digunakan untuk membunuh korban. Pisau itu diletakkan kembali di tempat sendok. Setelah itu, pelaku memeluk erat anaknya, dan meminta maaf tanpa mengatakan apa kesalahannya.
8 saksi diperiksa polisi pun akhirnya mengamankan Unding yang disebutkan oleh pelaku. Unding merupakan mantan adik ipar pelaku dan sering dimintai tolong dalam banyak hal. Polisi juga meminta keterangan 8 saksi mata, termasuk anak pelaku. Namun, dari hasil penyelidikan ditemukan bahwa tak ada keterlibatan Unding. Diduga pelaku menyebut nama Unding karena panik usai melakukan aksinya sehingga mencari kambing hitam.
"Dari para saksi mata, saat kejadian Unding ada kebun. Dia menginap di rumah kebun, jadi tidak ada keterlibatan dia. Namanya disebut spontan saja, karena pelaku panik dan mencari kambing hitam,"lanjutnya. Bahkan celana jeans yang disebutkan pelaku ternyata tak muat di badan Unding. Celana tersebut ternyata milik pelaku sendiri.
Pengakuan pelaku, dengan seluruh keterangan saksi dan fakta yang ada, korban akhirnya memilih mengakui perbuatannya. Pelaku membunuh korban setelah cekcok. Pelaku kesal karena korban tak kunjung memberi kepastian kapan akan menikahinya. "Sementara tetangga dan teman teman korban tahunya mereka sudah nikah siri. Karena memang korban sudah tiga tahun berpacaran, dan pulang ke rumah korban," kata Lusgi. Peristiwa cekcok sebenarnya sudah sering terjadi dan diketahui anak-anak korban.
Namun puncaknya, terjadi Selasa 25 Juni 2024 malam, pelaku tega menusuk leher korban dan dada korban, hingga korban tewas kehabisan darah. Pelaku, dijerat dengan Pasal 340 KUHP Sub Pasal 338 KUHP, Subsider pasal 338 KUHP, Pasal 351 ayat (3), lebih Subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup. Sebelumnya diberitakan, seorang honorer Pemda Nunukan, Yohanes Sutoyo (44) terbunuh dengan luka senjata tajam di leher, Selasa (25/6/2024) pukul 03.00 wita.
Pemerintah kabupaten Nunukan, dalam hal ini, diharapkan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan mental dan emosional dari para pegawai honorer, serta memberikan perlindungan yang lebih memadai bagi mereka. Ketersediaan layanan konseling dan dukungan psikologis seharusnya dianggap sebagai suatu kebutuhan mendesak bagi para pegawai honorer, terutama sebagai tindakan pencegahan untuk mencegah terulangnya insiden tragis seperti ini di masa depan.
Peristiwa pembunuhan pegawai honorer pemkab Nunukan oleh kekasihnya menunjukkan bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan percintaan dan kesejahteraan psikologis tidak boleh diabaikan, khususnya di lingkungan kerja seperti pemerintahan daerah. Semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, diharapkan untuk bersama-sama mencari solusi yang tepat guna mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Kehadiran pegawai honorer dalam struktur pemerintahan daerah seharusnya diimbangi dengan perlindungan dan perhatian yang memadai terhadap kondisi mereka, termasuk dalam hal menjaga kesejahteraan mental dan emosional. Semua pihak harus bekerja sama untuk mencegah terulangnya kasus tragis seperti ini, dan memastikan bahwa para pegawai honorer dapat bekerja dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan terlindungi.