Ogah Menggaji, Pasutri di Batam Malah Menyiksa ART Asal NTT
Tanggal: 17 Feb 2025 22:06 wib.
Pasangan suami istri (Pasutri) yang berinisial DW alias Dodi (54) dan JY alias Jois (51), yang tinggal di Perumahan Taman Nagoya Indah Blok F, Kelurahan Batu Selicin, Kecamatan Lubuk Baja, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), telah ditangkap oleh aparat Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pasutri ini terlibat dalam tindakan yang tidak hanya mengabaikan hak pekerja, tetapi juga menyiksa asisten rumah tangga (ART) yang mereka pekerjakan, yang berasal dari Kabupaten Kupang, NTT.
Kasus ini bermula ketika pasutri ini merekrut korban, seorang wanita berinisial INWL, yang berasal dari Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, NTT. Korban direkrut melalui perantaraan seorang individu berinisial OAN dengan cara yang tidak sesuai dengan prosedur hukum yang sah. Korban dijanjikan pekerjaan sebagai ART di Batam dengan iming-iming gaji yang layak. Namun, kenyataannya sangat berbeda.
Setibanya di Batam, korban malah diperlakukan dengan sangat buruk. Pasutri tersebut tidak hanya menolak untuk menggaji korban, tetapi juga menyiksanya secara fisik dan psikologis. Selain tidak diberi hak atas gaji yang seharusnya ia terima, korban juga dipaksa untuk bekerja lebih keras dari yang dijanjikan tanpa mendapatkan imbalan yang layak. Hal ini menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi korban yang terpaksa bekerja di bawah tekanan.
Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi mengungkapkan bahwa tindakan pasutri ini memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mereka melakukan perekrutan secara ilegal dan mempekerjakan korban dengan cara yang melanggar hak asasi manusia. Kasus ini menjadi sorotan besar karena selain adanya pelanggaran terhadap hak pekerja, juga menunjukkan betapa rentannya pekerja migran terhadap eksploitasi dan kekerasan.
Tindakan yang dilakukan oleh DW dan JY mencerminkan kelalaian dalam perlindungan terhadap pekerja migran, khususnya mereka yang datang dari daerah-daerah yang lebih terpencil seperti NTT. Selain itu, praktik-praktik serupa yang melibatkan perekrutan tanpa prosedur yang sah harus segera dihentikan untuk melindungi hak-hak pekerja di Indonesia.
Setelah dilakukan penangkapan, pasutri tersebut kini menghadapi proses hukum yang lebih lanjut atas tindakan kejam mereka. Polisi juga berjanji untuk terus menindaklanjuti kasus TPPO ini dengan memeriksa individu-individu yang terlibat dalam perekrutan korban.
Penyiksaan terhadap ART ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap perekrutan tenaga kerja yang tidak sah, terutama dalam sektor domestik. Pemerintah dan pihak berwenang diharapkan untuk memperkuat pengawasan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja migran agar kejadian-kejadian serupa tidak terulang lagi.
Bagi korban, kini dia tengah mendapat perawatan dan pemulihan, serta didampingi oleh pihak berwenang untuk mendapatkan keadilan atas perlakuan buruk yang dialaminya.