Modus Korupsi di Pertamina, Oplos RON 90 Jadi Pertamax, Negara Merugi!
Tanggal: 26 Feb 2025 20:27 wib.
Kejaksaan Agung mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018 hingga 2023. Kasus ini menyoroti praktik kecurangan yang dilakukan dalam pengelolaan bahan bakar minyak (BBM), yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa RS bertanggung jawab atas manipulasi dalam pengadaan BBM yang berimbas besar terhadap keuangan negara.
Direktur Penyidikan Jaksa Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa RS dan pihak terkait melakukan praktik ilegal dalam pengelolaan BBM di Indonesia.
Dalam skema korupsi ini, RS membeli bahan bakar dengan kadar oktan (Research Octane Number/RON) 90 atau lebih rendah, namun mencatat pembelian untuk bahan bakar dengan kadar RON 92. Bahan bakar berkualitas lebih rendah itu kemudian dioplos di storage atau depo agar menyerupai RON 92, yang lebih dikenal sebagai Pertamax.
Padahal, tindakan ini bertentangan dengan regulasi standar kualitas bahan bakar di Indonesia. Pencampuran ilegal ini bukan hanya merugikan negara dari sisi finansial, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kualitas BBM yang digunakan oleh masyarakat.
Kejaksaan Agung mengungkap bahwa akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian hingga Rp193,7 triliun. Angka ini mencerminkan dampak besar dari praktik ilegal yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama.
“Dugaan korupsi ini telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Kami akan menindak tegas semua pihak yang terlibat,” ujar Abdul Qohar dalam keterangannya.
Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan membawa semua pelaku ke meja hijau. Sejumlah aset milik para tersangka telah disita sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga akan menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan korupsi ini. Pemerintah diharapkan dapat memperketat pengawasan dalam pengelolaan bahan bakar minyak agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Kasus ini memicu keprihatinan luas di kalangan masyarakat dan industri energi. Manipulasi kualitas BBM tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga dapat berdampak pada efisiensi mesin kendaraan dan sektor industri yang bergantung pada bahan bakar berkualitas.
Dengan terungkapnya kasus ini, publik berharap agar aparat penegak hukum dapat menyelesaikan perkara ini dengan transparan dan memberikan hukuman setimpal bagi para pelaku. Selain itu, pemerintah dan Pertamina diharapkan lebih ketat dalam mengawasi distribusi dan pengelolaan BBM guna mencegah praktik curang di masa mendatang.