Mahasiswi ITB yang Ditahan Polisi Akibat Meme Prabowo-Jokowi Dilepas
Tanggal: 17 Mei 2025 14:26 wib.
Kepolisian akhirnya mengeluarkan mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS yang membuat gambar Presiden Prabowo mencium Presiden ke-7, Joko Widodo, setelah sebelumnya diamankan secara paksa di kamar kos. Kasus ini mencuri perhatian publik, terutama karena melibatkan kebebasan berekspresi dan batasan dalam konteks politik saat ini.
Peristiwa tersebut terjadi setelah SSS memposting meme yang dinilai kontroversial di media sosial. Meme tersebut menampilkan sebuah ilustrasi yang menunjukkan Prabowo dan Jokowi dalam situasi yang dianggap dapat memprovokasi berbagai reaksi dari masyarakat. Tindakan kepolisian yang menangkap SSS menuai kritik dari berbagai kalangan yang menganggap penangkapan tersebut sebagai bentuk pelanggaran kebebasan berpendapat.
“Terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Pendidikan Tinggi dan Saintek, yang telah memberikan pendampingan. Mahasiswi SSS telah mendapatkan penangguhan penahanan oleh kepolisian, ITB akan melanjutkan proses pembinaan akademik dan karakter terhadap yang bersangkutan,” ujar Nurlaela melalui siaran pers, Minggu (11/5/25) malam. Pernyataan Nurlaela mencerminkan komitmen ITB terhadap masalah ini, yang juga menjadi perhatian bagi institusi pendidikan tinggi dalam menjaga dan melindungi mahasiswa mereka.
Sebelumnya, penangkapan SSS dapat dianggap sebagai indikator adanya ketegangan di ruang sipil, di mana ekspresi kreatif seperti meme dapat berujung pada konsekuensi hukum. Banyak pihak menekankan pentingnya memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berkreasi dan menyuarakan pendapat mereka, tanpa harus merasa terancam oleh tindakan represif dari aparat. Kasus ini bukan hanya berfokus pada individu, tetapi juga menyoroti keadaan sosial dan politik yang lebih luas di Indonesia.
Dalam dunia digital saat ini, meme merupakan salah satu bentuk komunikasi yang cepat dan efisien, sering kali digunakan untuk mengungkapkan kritik sosial atau politik. Namun, risiko yang terkait dengan pembuatan dan penyebaran meme, seperti yang dialami oleh SSS, menunjukkan bahwa batasan-batasan tersebut dapat sering kali menimbulkan dilema.
Sampai saat ini, belum ada keputusan resmi terkait batasan yang harus dihadapi mahasiswa ketika mengungkapkan pendapat dalam bentuk kreatif. ITB sebagai lembaga pendidikan tinggi diharapkan dapat menjadi pelopor dalam memberikan edukasi kepada mahasiswa mengenai etika dan tanggung jawab dalam menggunakan media sosial.
Penyelesaian kasus SSS menjadi salah satu langkah penting dalam menjamin kebebasan berekspresi di kalangan mahasiswa. Pasca penangguhan penahanannya, SSS diharapkan dapat melanjutkan studi dengan lebih baik, sembari mengikuti proses pembinaan yang sejalan dengan visi dan misi ITB.
Melihat kembali pada peristiwa ini, tantangan ke depan bagi generasi muda adalah bagaimana mengekspresikan pendapat mereka dengan cara yang kreatif namun tetap menghormati norma-norma yang ada. Dengan memperkuat pendidikan karakter dan pemahaman tentang tanggung jawab sosial, diharapkan mahasiswa akan lebih bijaksana dalam berpendapat, terutama di ruang publik.
Keberanian SSS untuk menciptakan sebuah meme, meskipun mendapat konsekuensi hukum, menunjukkan bahwa suara mahasiswa tetap relevan dan harus didengar. Ini adalah momen bagi institusi pendidikan untuk lebih menekankan pentingnya toleransi dan perbedaan pendapat dalam lingkungan akademik dan sosial.