Hakim Heru Hanindyo yang Vonis Bebas Ronald Tannur kembali Jadi Tersangka, Kini Kasus TPPU
Tanggal: 30 Apr 2025 19:14 wib.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus melakukan pendalaman terhadap kasus suap dan gratifikasi yang menyeret sejumlah hakim terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Meskipun kasus ini telah disidangkan, proses penyelidikan belum berhenti. Terbaru, salah satu terdakwa, yakni hakim Heru Hanindyo, kembali menjadi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sejak 10 April 2025.
Penetapan tersangka ini memperkuat dugaan bahwa suap dan gratifikasi dalam dunia peradilan tidak hanya berhenti pada penerimaan uang, namun juga menjalar ke praktik pencucian uang. Heru Hanindyo diduga mencuci uang hasil suap dan gratifikasi selama periode 2020 hingga 2024. Ia dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam kasus sebelumnya, Heru bersama dua hakim Pengadilan Negeri Surabaya lainnya didakwa menerima suap sebesar Rp1 miliar, SGD308.000 (setara lebih dari Rp3,5 miliar), dan gratifikasi senilai Rp4,6 miliar. Seluruh uang tersebut diduga terkait dengan pengaturan vonis ringan atau pembebasan dalam sejumlah perkara, termasuk yang paling menyita perhatian publik: kasus kekerasan yang dilakukan oleh Ronald Tannur terhadap korban Dini Andam Dewi.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa pihaknya menemukan indikasi kuat Heru Hanindyo melakukan pencucian uang melalui serangkaian transaksi keuangan mencurigakan. Salah satunya adalah penggunaan rekening pihak ketiga, pembelian aset atas nama orang lain, dan aliran dana ke luar negeri.
“Kejaksaan Agung masih mendalami kasus suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, meskipun sudah disidangkan. Penetapan tersangka terhadap Heru Hanindyo dalam perkara TPPU menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menyamarkan asal-usul harta hasil kejahatan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana.
Publik pun bereaksi keras terhadap perkembangan ini. Banyak yang menilai bahwa kasus ini menjadi bukti nyata runtuhnya integritas lembaga peradilan. Putusan bebas Ronald Tannur, yang sejak awal menuai kontroversi, kini mendapat perhatian lebih luas setelah terbukti ada indikasi korupsi dan pencucian uang di baliknya.
Aktivis antikorupsi mendesak agar Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung segera mengambil tindakan tegas terhadap para hakim yang terlibat. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan di lingkungan peradilan dinilai menjadi kebutuhan mendesak demi mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Kasus ini bukan hanya mencoreng institusi hukum, tapi juga menjadi ujian besar bagi Kejaksaan Agung dalam menegakkan keadilan. Jika terbukti bersalah dalam praktik TPPU, Heru Hanindyo berpotensi dijatuhi hukuman tambahan di luar perkara suap dan gratifikasi yang menjeratnya lebih dulu.
Dengan sorotan publik yang semakin tajam, kini masyarakat menanti apakah penegakan hukum akan benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu.