Eks Sestama Basarnas Beli Ikan Arwana Rp 40 Juta Pakai Uang Korupsi
Tanggal: 6 Mar 2025 13:13 wib.
Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Max Ruland Boseke, mengakui telah menggunakan dana komando untuk membeli ikan arwana super red seharga Rp 40 juta. Pengakuan ini disampaikan Max saat diperiksa sebagai saksi mahkota dalam kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas pada tahun anggaran 2014.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025), Hakim Alfis Setiawan mencecar Max mengenai penggunaan dana komando, yang merupakan setoran 10 persen dari nilai proyek yang diberikan oleh perusahaan pemenang tender di lingkungan Basarnas.
"Untuk beli ikan arwana?" tanya Hakim Alfis di ruang sidang.
"Iya, Pak," jawab Max dengan tenang.
Hakim pun melanjutkan pertanyaan apakah ikan arwana yang dibeli dengan uang haram tersebut masih ada. Namun, Max mengaku bahwa ikan tersebut sudah mati.
Dana Komando: Praktik Haram di Balik Proyek Basarnas, Kasus ini bermula dari dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas pada tahun anggaran 2014. Dalam proyek ini, perusahaan pemenang tender diduga diwajibkan menyetorkan 10 persen dari nilai proyek kepada pejabat di Basarnas, termasuk Max Ruland Boseke.
Uang yang berasal dari setoran ilegal ini disebut sebagai "dana komando", yang seharusnya digunakan untuk operasional lembaga. Namun, dalam persidangan terungkap bahwa sebagian dana ini justru dipakai untuk kepentingan pribadi Max, termasuk untuk membeli ikan arwana super red yang dikenal sebagai salah satu jenis ikan hias mahal.
Hakim Soroti Gaya Hidup Pejabat Korup, Pengakuan Max mengenai pembelian ikan arwana dengan uang hasil korupsi menuai reaksi keras dari majelis hakim dan publik. Hakim Alfis menilai bahwa kasus ini mencerminkan gaya hidup mewah dan tidak etis dari pejabat yang seharusnya mengabdi untuk kepentingan negara.
"Saudara menggunakan uang hasil korupsi untuk hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan tugas dan fungsi Basarnas. Bagaimana tanggung jawab saudara sebagai pejabat negara?" cecar hakim.
Max hanya terdiam dan tidak memberikan jawaban yang jelas.
Kasus ini semakin mencoreng nama Basarnas, lembaga yang seharusnya bertanggung jawab dalam menyelamatkan nyawa masyarakat dalam kondisi darurat. Dugaan bahwa anggaran penyelamatan justru dikurangi demi kepentingan pribadi pejabatnya semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah.
Tak hanya itu, kasus ini juga memperlihatkan bahwa korupsi di lingkungan pemerintahan masih marak terjadi, bahkan di instansi yang berhubungan langsung dengan keselamatan warga.
Desakan Penegakan Hukum yang Tegas
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat dan aktivis antikorupsi. Mereka mendesak KPK dan Kejaksaan Agung untuk menindak tegas pejabat yang terlibat, termasuk menelusuri lebih jauh penggunaan dana komando di Basarnas.
Publik juga berharap agar aset hasil korupsi bisa disita dan dikembalikan kepada negara, agar dana tersebut bisa digunakan untuk kepentingan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Kasus Max Ruland Boseke menjadi contoh nyata bagaimana uang rakyat bisa disalahgunakan untuk hal-hal tidak penting, seperti membeli ikan arwana super red yang akhirnya mati. Kejadian ini sekaligus menjadi pengingat bahwa korupsi bukan hanya soal uang, tetapi juga soal moralitas dan tanggung jawab pejabat terhadap negara dan rakyatnya.