Sumber foto: Google

Calon Pendeta di Kediri Habisi Kekasih Hamil saat Berhubungan, Vonis 11 Tahun Picu Amarah

Tanggal: 26 Jan 2025 10:51 wib.
Tampang.com | Kasus pembunuhan sadis yang dilakukan oleh Natanael Srihaditama (22), seorang calon pendeta, terhadap SR (17) yang sedang hamil, mengejutkan masyarakat Kediri. Vonis 11 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim pada Kamis (31/3/2011) menuai kecaman, terutama dari keluarga korban, yang menilai hukuman tersebut terlalu ringan untuk perbuatan keji yang dilakukan.

Pembunuhan Berencana di Balik Kedok Religius

Kejadian tragis ini bermula pada Jumat, 15 Oktober 2010, saat Nata mengundang SR ke gereja tempat ia sering bertemu. Nata, yang panik mengetahui SR hamil dari hasil hubungan gelap mereka, memutuskan untuk menghabisi nyawa korban demi menjaga nama baiknya sebagai calon pendeta.

Di ruang belakang gereja, usai mengajak SR berhubungan badan, Nata dengan dingin menjerat leher SR menggunakan kabel hingga tewas. Setelahnya, ia memindahkan jasad SR ke kebun tebu dekat gereja dengan memanjat tembok setinggi empat meter.

Penemuan Jasad dan Penyelidikan

Keesokan harinya, warga menemukan jasad SR dalam kondisi telentang tanpa identitas. Berkat penyebaran foto korban, keluarga segera mengenali SR, yang kemudian dilakukan autopsi. Penyidik mulai mencurigai Nata setelah menemukan pesan di ponsel SR yang memintanya datang ke gereja malam itu.

Teman-teman SR juga mengungkap perubahan perilaku korban yang menjadi pendiam, sementara Nata menunjukkan perilaku aneh usai kejadian. Setelah mengantongi cukup bukti, polisi menangkap Nata di rumahnya pada Sabtu malam (16/10/2010). Awalnya ia menyangkal, namun akhirnya mengakui pembunuhan tersebut.

Vonis yang Memicu Kontroversi

Nata didakwa Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang ancaman maksimalnya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup. Namun, pada persidangan, hakim hanya menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara, enam tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Keluarga korban, termasuk paman SR, Kristianto, menganggap putusan tersebut tidak adil. "Dua nyawa hilang, hanya dihukum 11 tahun? Itu terlalu ringan," tegasnya.

Kemurkaan Warga dan Dampak Sosial

Kasus ini memicu kemarahan besar di masyarakat Desa Bendo. Bahkan, rekonstruksi kejadian terpaksa dilakukan di kantor polisi untuk menghindari amukan massa. Warga menyerukan pengusiran keluarga Nata dari desa akibat perbuatan keji tersebut.

Keadilan yang Dipertanyakan

Meskipun hukuman sudah dijatuhkan, vonis ringan ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan bagi korban dan keluarganya. Tragedi ini menjadi peringatan keras bahwa tidak ada tempat bagi kekerasan, apalagi dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjadi panutan dalam nilai-nilai religius.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved