Buntut Dugaan Pemerasan, Eks Kanit PPA Satreskrim Polres Jaksel Juga Kena PTDH
Tanggal: 9 Feb 2025 12:07 wib.
Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan oknum polisi semakin memanas. Setelah sebelumnya AKBP Bintoro dipecat, kini giliran Eks Kanit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKP M, yang juga dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat dari institusi kepolisian. Putusan ini terkait dengan kasus dugaan pemerasan terhadap anak bos Prodia, yang mengguncang publik.
AKP M, yang sebelumnya menjabat sebagai Kanit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, telah mendapat sanksi tegas dari institusi kepolisian atas keterlibatannya dalam dugaan pemerasan terhadap anak seorang bos perusahaan kesehatan besar, Prodia. Kasus ini mengungkapkan bahwa AKP M diduga memanfaatkan posisi dan wewenangnya untuk menekan korban agar memberikan sejumlah uang.
Keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ini merupakan langkah serius dari Polri untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan mentolerir tindakan kriminal atau perilaku yang melanggar kode etik, terlebih jika melibatkan anggota yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Sidang etik yang melibatkan lima anggota kepolisian, termasuk AKP M, berlangsung di Polda Metro Jaya pada Jumat (7/2/2025) malam. Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Muhammad Choirul Anam, turut hadir dalam sidang tersebut dan menyatakan bahwa hasil sidang telah memutuskan pemberhentian tidak dengan hormat bagi AKP M.
"Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan fakta-fakta yang ada dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh yang bersangkutan," kata Muhammad Choirul Anam. Pemberhentian ini juga mengingatkan kembali kepada seluruh anggota kepolisian bahwa mereka harus menjaga integritas dan kepercayaan publik dalam menjalankan tugasnya.
Kasus dugaan pemerasan ini berawal ketika AKP M, bersama beberapa rekannya, diduga melakukan intimidasi dan ancaman terhadap anak bos Prodia. Mereka menggunakan posisi dan jabatan mereka di kepolisian untuk menekan korban dan meminta uang. Tindakan ini jelas melanggar kode etik yang menjadi dasar dalam setiap pelayanan publik yang diberikan oleh aparat kepolisian.
Kompolnas menilai bahwa perilaku semacam ini tidak hanya merugikan korban, tetapi juga merusak citra Polri yang seharusnya menjadi contoh dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Sanksi PTDH terhadap AKP M dan rekan-rekannya diharapkan menjadi sinyal tegas bahwa kepolisian berkomitmen untuk membersihkan dirinya dari oknum-oknum yang merusak nama baik institusi. Penegakan disiplin internal menjadi sangat penting agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri tetap terjaga.
Kompolnas juga menekankan pentingnya untuk terus mengawasi proses pembinaan dan seleksi anggota kepolisian, agar peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang. "Kami berharap, dengan sanksi ini, Polri dapat terus meningkatkan profesionalitas dan integritasnya," tambah Choirul Anam.
Kasus ini memunculkan harapan agar Polri dapat lebih ketat dalam pengawasan internal dan memperbaiki sistem yang ada, sehingga tidak ada lagi oknum yang menyalahgunakan wewenang. Masyarakat tentu menginginkan agar polisi selalu menjadi pelindung dan penegak hukum yang adil, bukan malah menjadi bagian dari tindakan kriminal.
Diharapkan, dengan putusan PTDH ini, Polri dapat lebih membangun kepercayaan dan memberikan pelayanan publik yang lebih baik di masa depan.