Banyak Pendukung Jokowi atau Ahok yang Tidak Siap Berdemokrasi (1)

Tanggal: 8 Mei 2018 06:56 wib.
Sejak kekalahan Ahok-Djarot dari pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017, banyak pendukungnya yang sakit hati, meluapkan ketidaksetujuan dengan menghina ke semua pendukung Anies-Sandi. Beberapa orang tersebut, memiliki jumlah follower yang cukup banyak di sosial media. Hal ini menunjukkan bahwa orang tsb belum siap untuk berdemokrasi, belum siap menghadapi perbedaan pendapat, selalu memaksakan kehendak.

Beberapa orang tersebut adalah:

Dave Revano



Dave Revano adalah ketua panitia Forum Untukmu Indonesia (FUI), yang mengadakan acara bagi-bagi sembako di hari Sabtu, 28 April 2018, menewaskan 2 orang anak: 12 tahun dan 10 tahun. Dave mengungkapkan kekalahan Ahok-Djarot dengan tulisan-tulisan yang menghina Anies-Sandi, seperti:


Anies-Sandi itu manusia terjahat melebihi penista agama
Sandiaga Uno tidak pantas jadi Wagub, ngomongnya seperti comberan








Setelah kejadian "sembako maut", Dave Revano menghilang, tidak mau menghadapi media. Yang terlihat hanya kuasa hukumnya saja, Henry Indraguna, yang menyatakan, keluarga korban sudah menyadari bahwa meninggalnya korban, sudah menjadi takdir, sehingga tidak bisa diusut. Jika semua kejadian kematian sudah menjadi takdir, sepertinya tidak perlu adanya polisi dan pengadilan sebagai penengah perkara. Sudah jelas meninggalnya Rizki Syaputra (10) dan Mahesa Junaedi (12).

"Saya orang kecil, saya orang miskin, tolong agar jangan berhenti diusut," kata Kokom, ibu dari Rizki Syaputra di Bareskim Polri, Jakarta Pusat (2/5)


Biasanya kejadian yang menimpa seseorang yang pro pemerintah terkait masalah hukum, bebas, tanpa tersentuh. Tanpa tersentuh hukum, ke pengadilan saja tidak, karena proses dikepolisian tidak selesai. Apalagi ini menimpa warga negara yang dalam keadaan miskin.


Semoga kasus ini tidak menambah jelek citra kepolisian, karena tidak berhasil mengajukan ke pengadilan untuk kasus ini.

 

Ananda Sukarlan



Seorang warga negara Jakarta yang menjadi pendukung Ahok-Djarot, yang belum bisa move on, walaupun kepemimpinan DKI Jakarta sudah ganti. Ananda Sukarlan ini seorang terpelajar tetapi termasuk orang yang tidak siap berdemokrasi. dia melakukan Walk Out pada saat Anies Baswedan melakukan pidato di acara 90 tahun Kanisius.

Ananda Sukarlan: "Anies Baswedan itu mendapatkan jabatan tida sesuai dengan ajaran Kanisius, dengan membuat perbedaan-perbedaan."

Mungkin Ananda Sukarlan maunya semuanya sama, tidak boleh ada yang beda, ini menunjukkan kekanak-kanakan sebagai seorang yang sudah dewasa, yang tidak siap menerima kekalahan dalam berdemokrasi. Orang seperti ini tidak pantas tinggal di manapun, bagaimana mungkin semua orang harus sama, demokrasi itu ada karena ada perbedaan. Jika kalah dalam berdemokrasi, tidak perlu walk out, dan mancaci maki pemimpin yang dipilih melalui proses demokrasi. Siapapun yang menjadi pemimpin hasil dari demokrasi, merupakan hasil dari suara terbanyak, wajib untuk diikuti sebagai pemimpin, jika tidak ingin mengikuti, mungkin Ananda Sukarlan mau pindah tempat tinggal.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved