Sumber foto: Google

AKBP Bintoro Terima Suap Rp 100 Juta Lebih dari Pelaku Pembunuhan ABG di Jaksel

Tanggal: 10 Feb 2025 10:09 wib.
Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, diduga menerima aliran dana lebih dari Rp 100 juta untuk menghentikan kasus pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur yang menewaskan FA (16). Kasus ini melibatkan dua tersangka utama, yakni Arifin Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.


Suap untuk Menghentikan Proses Hukum


Dugaan suap ini terungkap dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar di Polda Metro Jaya pada Jumat (7/2/2025). Sidang tersebut dihadiri oleh Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam, yang turut memantau jalannya persidangan terhadap AKBP Bintoro dan empat polisi lainnya yang diduga terlibat dalam skandal ini.

Anam mengungkapkan bahwa jumlah uang yang diterima AKBP Bintoro lebih dari Rp 100 juta. “Kurang lebih, ya tidak jauh dari angka yang beredar terakhir di publik. Bukan yang awal, Rp 20 miliar, Rp 5 miliar, Rp 17 miliar, dan macam-macam. Kurang lebih Rp 100 juta lebih,” ungkap Anam di Polda Metro Jaya.

Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci bagaimana uang tersebut digunakan oleh AKBP Bintoro. Yang jelas, dana tersebut diduga diberikan untuk menghentikan proses hukum terhadap tersangka Arifin Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.


Sanksi PTDH untuk AKBP Bintoro


Dalam sidang etik yang digelar oleh KKEP, majelis memutuskan bahwa AKBP Bintoro bersalah atas pelanggaran kode etik profesi Polri. Sebagai konsekuensi, ia dijatuhi sanksi berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi kepolisian.

Keputusan ini menegaskan bahwa Polri tidak mentoleransi praktik suap dan penyalahgunaan wewenang di dalam tubuh institusi. “Ini bagian dari komitmen untuk membersihkan institusi kepolisian dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik Polri,” ujar seorang perwakilan Polda Metro Jaya yang enggan disebutkan namanya.


Kasus yang Menggemparkan Publik


Kasus ini pertama kali mencuat setelah keluarga korban FA (16) melaporkan adanya dugaan ketidakberesan dalam penyelidikan kasus pembunuhan anak mereka. FA ditemukan tewas dengan tanda-tanda kekerasan setelah sebelumnya menjadi korban persetubuhan oleh tersangka.

Publik semakin geram ketika muncul dugaan bahwa kasus ini sengaja “dipetieskan” oleh pihak kepolisian setelah ada aliran dana dari tersangka kepada pejabat kepolisian yang menangani kasus ini.

Dugaan keterlibatan AKBP Bintoro dan beberapa anggota polisi lainnya dalam suap ini semakin menguat setelah Kompolnas melakukan investigasi mendalam. Fakta bahwa suap benar-benar terjadi akhirnya terungkap dalam sidang etik yang berujung pada pemecatan AKBP Bintoro.


Komitmen Polri dalam Menegakkan Etika


Kasus ini menjadi tamparan keras bagi Polri dalam upaya membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Pemecatan AKBP Bintoro diharapkan menjadi contoh bahwa setiap anggota Polri yang terlibat dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan tidak akan dibiarkan begitu saja.

Meski telah dijatuhi sanksi PTDH, AKBP Bintoro masih memiliki hak untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut. Namun, banyak pihak yang menilai bahwa pemecatan ini sudah sejalan dengan prinsip keadilan dan merupakan langkah tegas dalam menindak oknum kepolisian yang mencederai hukum.

Kasus suap yang melibatkan AKBP Bintoro dalam perkara pembunuhan FA (16) menjadi pengingat bahwa penegakan hukum harus berjalan secara adil dan tanpa intervensi. Dengan keputusan PTDH yang dijatuhkan oleh KKEP, Polri menunjukkan keseriusannya dalam menindak anggota yang menyalahgunakan kewenangan demi keuntungan pribadi.

Kini, publik menantikan langkah lebih lanjut dari aparat hukum untuk menuntaskan kasus ini secara transparan, termasuk memastikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku pembunuhan dan oknum kepolisian yang terlibat dalam skandal ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved