Waspadai Serangan Asma pada Anak: Ciri dan Cara Mengatasinya
Tanggal: 29 Mei 2025 00:19 wib.
Tampang.com | Prevalensi asma pada anak terus meningkat di Indonesia dan menjadi perhatian serius bagi para dokter anak. Dalam webinar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang digelar daring pada Selasa (27/5/2025), Sekretaris Unit Kerja Koordinasi Respirologi IDAI, Dr. Wahyuni Indawati, Sp.A, Subsp.Respi(K), mengingatkan pentingnya mengenali serangan asma dan bagaimana cara mengendalikannya. "Asma tidak bisa disembuhkan, tetapi gejalanya dapat dikendalikan sehingga anak tetap bisa hidup sehat dan aktif seperti anak-anak lain," ujar Wahyuni.
Ciri-ciri Serangan Asma pada Anak
Serangan asma ditandai dengan memburuknya gejala yang sebelumnya mungkin hanya ringan. Berikut ini beberapa ciri yang perlu dikenali orang tua:
Napas cepat dan berat, sering kali anak tampak kesulitan bernapas dan menggunakan otot-otot tambahan seperti otot perut atau dinding dada
Bunyi napas mengi atau seperti suara peluit ("ngik-ngik") saat anak bernapas
Batuk terus-menerus yang tidak membaik dengan sendirinya
Kesulitan berbicara atau anak tampak sangat lemas karena kekurangan oksigen
Keluhan dada terasa berat, terutama pada anak yang lebih besar
“Kalau napas anak makin berat, suara napasnya berbunyi seperti peluit, atau ia jadi lemas dan tidak bisa bicara, itu tanda-tanda serangan asma yang serius,” jelas Wahyuni.
Cara Mengatasi Serangan Asma dan Mencegahnya
Penanganan serangan asma harus dimulai dari rumah. Yang pertama dan utama adalah tidak panik. Orang tua disarankan untuk langsung memberikan obat pereda melalui terapi inhalasi, baik dengan nebulizer maupun inhaler dengan spacer. “Kalau anak tidak membaik setelah satu kali pemberian obat, bisa diulang. Tapi kalau tetap tidak membaik, sebaiknya segera dibawa ke IGD terdekat,” ujarnya.
Ia menekankan, baik nebulizer maupun inhaler dengan spacer memiliki efektivitas yang sama dalam meredakan serangan. Yang membedakan hanyalah kemudahan penggunaan, tergantung usia dan kemampuan anak. Pencegahan serangan asma, lanjutnya, dilakukan dengan menghindari faktor pencetus seperti debu, asap rokok, dan infeksi saluran pernapasan. Selain itu, anak dengan asma persisten—yang mengalami gejala lebih dari satu kali dalam sebulan—perlu mendapatkan terapi pengendali jangka panjang. “Obat pengendali biasanya diberikan setiap hari minimal selama tiga bulan sampai gejala benar-benar stabil. Jangan langsung dihentikan hanya karena gejala membaik,” tegasnya.
Terapi Inhalasi, Cara Efektif Obati Asma
Dalam penanganan jangka panjang, terapi inhalasi menjadi metode yang paling dianjurkan. Jenisnya bervariasi mulai dari nebulizer, inhaler dosis terukur (metered dose inhaler), hingga inhaler berbentuk bubuk (dry powder inhaler). Wahyuni menjelaskan bahwa terapi inhalasi lebih efektif karena obat langsung masuk ke saluran napas, bekerja lebih cepat, dan efek sampingnya lebih minimal dibanding obat oral.
“Untuk anak kecil, terapi menggunakan inhaler perlu dibantu dengan alat bernama spacer. Ini memastikan obat masuk hingga ke saluran napas bagian bawah, bukan hanya tertinggal di mulut,” katanya. Pada anak yang lebih besar, terapi bisa dilakukan dengan dry powder inhaler yang mengharuskan anak menghirup obat secara kuat dan dalam. “Biasanya ini cocok untuk anak usia sembilan tahun ke atas,” tambahnya.
Asma pada anak memang tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, tetapi dapat dikendalikan dengan penanganan yang tepat. Orang tua perlu memahami ciri-ciri serangan, memiliki persiapan terapi di rumah, serta mengikuti arahan dokter dalam pemberian obat pengendali. Dengan pengobatan yang sesuai dan pengendalian faktor pencetus, anak dengan asma bisa tumbuh sehat dan beraktivitas seperti anak-anak lainnya.