Sumber foto: Google

Ulat dan Belalang Bisa Menjadi Sumber Protein untuk Makan Bergizi Gratis

Tanggal: 26 Jan 2025 20:42 wib.
Dalam upaya meningkatkan akses terhadap makanan bergizi, Badan Gizi Nasional (BGN) mengusulkan pemanfaatan serangga seperti ulat sagu dan belalang sebagai bagian dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyatakan bahwa memanfaatkan sumber protein lokal seperti serangga tidak hanya berkontribusi pada pemenuhan gizi masyarakat tetapi juga mendukung keberlanjutan ekosistem pangan di Indonesia.


Kandungan Gizi Ulat Sagu dan Belalang


Ulat sagu dan belalang diketahui memiliki kandungan gizi yang tinggi. Dalam 100 gram ulat sagu kering, terdapat hingga 53 gram protein, yang jauh lebih tinggi dibandingkan daging sapi atau ikan. Kandungan lemaknya yang mencapai 15 persen juga kaya akan asam lemak esensial, penting bagi tubuh manusia. Belalang, di sisi lain, memiliki kandungan protein yang mencapai 60-70 persen dari total beratnya. Serangga ini juga mengandung berbagai vitamin seperti B12, serta mineral seperti zat besi, kalsium, dan fosfor.

"Kandungan protein dalam ulat sagu dan belalang cukup untuk memenuhi kebutuhan harian masyarakat, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau bahan pangan lainnya," ujar Dadan.

Keunggulan Serangga sebagai Sumber Protein Lokal
Selain kandungan gizinya yang tinggi, budidaya serangga seperti ulat sagu dan belalang memiliki banyak keunggulan. Pertama, serangga dapat dibudidayakan dengan cepat dan membutuhkan lahan serta air yang jauh lebih sedikit dibandingkan peternakan konvensional. Kedua, serangga tersedia melimpah di banyak wilayah Indonesia, menjadikannya bahan pangan lokal yang mudah diakses.

Selain itu, konsumsi serangga sudah menjadi bagian dari budaya di beberapa daerah di Indonesia. Ulat sagu, misalnya, sudah lama menjadi makanan tradisional di Papua dan Maluku. Belalang juga biasa dikonsumsi di Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagai camilan atau lauk.

Menurut Dadan, potensi lokal ini dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan program MBG. "Tidak semua daerah harus memiliki sumber protein yang sama. Di wilayah yang warganya terbiasa makan serangga, ulat sagu dan belalang bisa menjadi bagian dari menu MBG," katanya.


Tantangan dan Edukasi Masyarakat


Namun, upaya ini juga menghadapi tantangan, terutama dalam hal stigma masyarakat. Tidak semua orang terbiasa atau nyaman mengonsumsi serangga. Oleh karena itu, BGN merencanakan kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat konsumsi serangga.

"Edukasi menjadi kunci untuk menghilangkan stigma dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap makanan berbasis serangga. Jika masyarakat paham manfaatnya, kami yakin mereka akan mulai membuka diri," tambah Dadan.

Selain itu, standar keamanan pangan untuk serangga juga menjadi perhatian. BGN bekerja sama dengan lembaga lain untuk memastikan bahwa serangga yang digunakan sebagai bahan pangan memenuhi standar kesehatan dan keamanan.


Mendukung Keberlanjutan Pangan


Program MBG dengan pemanfaatan serangga sebagai sumber protein lokal juga mendukung keberlanjutan pangan. Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan peningkatan populasi, serangga menjadi solusi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan peternakan sapi atau unggas.

Dengan inisiatif ini, diharapkan masyarakat Indonesia tidak hanya mendapatkan akses ke makanan bergizi, tetapi juga turut berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan pengembangan sumber pangan yang inovatif.

"Ulat sagu dan belalang adalah bukti bahwa solusi pangan ada di sekitar kita. Kita hanya perlu mengolah dan memanfaatkannya dengan cara yang benar," tutup Dadan.

Program ini diharapkan dapat menjadi model untuk keberlanjutan pangan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di tingkat global. Jika berhasil, ulat sagu dan belalang bisa menjadi simbol inovasi pangan Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved