Tragis di Puncak Gunung: Mengapa Hipotermia Bisa Mematikan dan Bagaimana Cara Menghindarinya?
Tanggal: 30 Jun 2025 10:12 wib.
Beberapa waktu terakhir, dunia pendakian Indonesia diguncang oleh kabar duka dari sejumlah insiden tragis yang menimpa para pendaki. Salah satunya adalah kematian Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang ditemukan tewas di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan hasil autopsi, Juliana meninggal akibat luka serius yang disebabkan oleh benturan keras ketika ia terjatuh di area pendakian.
Sebelumnya, dua pendaki wanita asal Indonesia, Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono, juga dilaporkan meninggal dunia ketika mencoba mencapai Puncak Carstensz (Cartenz Pyramid) yang terletak di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Kedua korban diduga tewas akibat hipotermia yang dipicu oleh cuaca ekstrem dan paparan dingin berkepanjangan di ketinggian ekstrem.
Hipotermia: Musuh Diam-Diam Para Pendaki Gunung
Hipotermia merupakan kondisi darurat medis yang sering menghantui para petualang alam bebas, khususnya pendaki gunung. Dalam kondisi ini, tubuh mengalami penurunan suhu yang drastis hingga di bawah 35 derajat Celsius, seperti yang dijelaskan dalam referensi dari SehatQ. Tubuh manusia sebenarnya memiliki mekanisme alami untuk menjaga suhu agar tetap stabil. Namun, jika kehilangan panas terjadi lebih cepat daripada kemampuan tubuh menghasilkan panas, maka hipotermia dapat terjadi.
Yang membuat kondisi ini sangat berbahaya adalah prosesnya yang perlahan namun mematikan. Tubuh yang kehilangan panas akan mulai mengalami penurunan fungsi organ, penurunan kesadaran, bahkan kematian, apabila tidak segera ditangani.
Mengapa Hipotermia Terjadi Saat Mendaki?
Pendakian gunung menempatkan tubuh pada kondisi ekstrem: udara dingin, angin kencang, curah hujan tinggi, serta ketinggian yang memengaruhi metabolisme tubuh. Jika pendaki tidak mempersiapkan perlengkapan yang sesuai seperti jaket tahan angin, pakaian hangat berlapis, dan sleeping bag yang memadai, risiko hipotermia meningkat drastis.
Hal ini diperparah jika tubuh mengalami kelembapan akibat hujan atau keringat, di mana pakaian basah justru menyerap panas dari tubuh. Akibatnya, tubuh semakin cepat kehilangan suhu inti dan masuk dalam fase kritis.
Tanda-tanda Seseorang Mengalami Hipotermia
Kenali gejala hipotermia sedini mungkin untuk mencegah kondisi menjadi fatal. Beberapa tanda awal hipotermia antara lain:
Menggigil terus-menerus, sebagai mekanisme tubuh menghasilkan panas.
Kelelahan ekstrem atau kebingungan mental.
Ucapan menjadi tidak jelas atau kesulitan berbicara.
Koordinasi tubuh menurun dan gerakan menjadi lambat.
Kulit pucat atau kebiruan.
Jika dibiarkan, hipotermia akan membuat korban kehilangan kesadaran dan akhirnya berhenti bernapas.
Cara Memberikan Pertolongan Pertama pada Korban Hipotermia
Dalam kondisi darurat di gunung atau tempat terpencil, waktu adalah segalanya. Berikut langkah-langkah pertolongan pertama untuk korban hipotermia yang bisa dilakukan sebelum tim medis tiba:
Segera pindahkan korban dari tempat terbuka yang dingin ke lokasi yang lebih hangat dan terlindung dari angin, seperti tenda atau gua.
Lepaskan pakaian basah yang menempel pada tubuh korban. Robek bila perlu. Gantilah dengan pakaian kering dan hangat.
Selimuti korban dengan menggunakan sleeping bag atau selimut tebal, termasuk menutupi kepala. Biarkan hanya bagian wajah yang terbuka agar ia tetap bisa bernapas.
Lakukan kontak kulit ke kulit (skin-to-skin) jika diperlukan. Buka pakaian Anda, lalu peluk korban sambil dibungkus selimut untuk menyalurkan panas tubuh secara langsung.
Jika korban masih sadar, berikan minuman hangat (tanpa kafein atau alkohol) agar suhu tubuh naik dari dalam.
Jika korban tidak sadar, hindari memberi minum atau makanan dan segera lakukan CPR (resusitasi jantung paru) jika tidak ada denyut nadi atau napas.
Jika korban mulai berhenti menggigil namun belum bisa tersenyum atau merespons, itu bisa menjadi tanda bahwa kondisi justru semakin memburuk, bukan membaik.
Pentingnya Edukasi dan Persiapan dalam Pendakian
Kasus kematian karena hipotermia bisa dicegah dengan edukasi yang cukup, kesadaran risiko, dan perlengkapan yang memadai. Calon pendaki, terutama yang belum berpengalaman, sebaiknya mengikuti pelatihan dasar survival atau bergabung dengan kelompok pendakian berpengalaman.
Beberapa tips penting sebelum mendaki:
Periksa cuaca dan kondisi medan sebelum berangkat.
Gunakan pakaian lapis-lapis yang bisa dilepas dan diganti sesuai kebutuhan.
Siapkan peralatan survival seperti emergency blanket, korek api tahan air, dan makanan tinggi kalori.
Hindari mendaki sendirian; selalu lakukan perjalanan secara berkelompok.
Ketahui batas fisik diri sendiri dan jangan memaksakan untuk terus naik jika kondisi cuaca memburuk.
Kesimpulan
Pendakian gunung memang menawarkan pemandangan luar biasa dan pengalaman spiritual yang mendalam. Namun, risiko seperti hipotermia tak boleh diabaikan. Kesalahan kecil dalam persiapan bisa berujung pada tragedi besar, seperti yang dialami oleh sejumlah pendaki belakangan ini.
Dengan mengenali tanda-tanda hipotermia dan mengetahui cara mengatasinya, kita dapat menyelamatkan nyawa — baik diri sendiri maupun orang lain.