Sumber foto: iStock

Terungkap! Ribuan Perempuan Indonesia Tak Sadar Terancam Silent Killer Ini — Kini Bisa Dideteksi dari Rumah

Tanggal: 4 Mei 2025 08:55 wib.
Kanker serviks atau kanker leher rahim menjadi momok menakutkan bagi perempuan Indonesia. Penyakit ini tercatat sebagai penyebab kematian kanker terbanyak kedua pada wanita di tanah air. Menakutkannya lagi, kanker ini sering dijuluki silent killer karena pada tahap awal tidak menunjukkan gejala yang mencolok. Inilah yang membuat banyak wanita terlambat menyadari keberadaannya hingga kanker berkembang ke stadium lanjut.

Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa sekitar 36.000 kasus baru kanker serviks terdeteksi setiap tahunnya di Indonesia. Sayangnya, sebagian besar kasus ini ditemukan saat kondisi pasien sudah memasuki tahap lanjut. Tak heran jika angka kematian akibat kanker serviks sangat tinggi — tercatat sebanyak 21.000 perempuan meninggal dunia karena penyakit ini pada tahun 2020 saja.

Direktur Utama Rumah Sakit Kanker (RSK) Dharmais, dr. Raden Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo, menyoroti rendahnya tingkat kesadaran dan partisipasi perempuan dalam skrining kanker serviks. Ia menyebutkan bahwa masih banyak hambatan yang membuat perempuan enggan melakukan pemeriksaan dini, seperti rasa tidak nyaman, kurangnya informasi yang akurat, hingga keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil.

Padahal, deteksi dini menjadi kunci utama dalam menekan angka kematian akibat kanker serviks. Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui beberapa metode yang telah tersedia di fasilitas kesehatan, seperti Pap Smear, IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat), dan tes HPV (Human Papillomavirus). Ketiganya terbukti efektif untuk mendeteksi keberadaan virus atau perubahan sel di leher rahim yang berpotensi menjadi kanker.

Namun kini, ada kabar baik yang memberi harapan baru. Inovasi terbaru memungkinkan perempuan melakukan deteksi kanker serviks secara mandiri di rumah, tanpa harus datang ke fasilitas kesehatan. Melalui metode self-sampling atau pengambilan sampel sendiri, proses skrining menjadi lebih mudah, nyaman, dan menjangkau lebih banyak kalangan.

“Dengan adanya metode pengambilan sampel mandiri, kami berharap bisa memperluas jangkauan pemeriksaan dan mempercepat penanganan pasien,” jelas dr. Raden Soeko dalam pernyataan resminya yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (24/4/2025).

Teknologi ini dikembangkan oleh perusahaan asal Amerika Serikat, Becton, Dickinson and Company (BD). Mereka menciptakan alat skrining yang memungkinkan perempuan mengambil sampel sendiri dengan lebih fleksibel dan minim rasa tidak nyaman. Metode ini sebelumnya telah sukses diterapkan di berbagai negara maju seperti Belanda, Denmark, dan Swedia — negara-negara yang kini mendekati target cakupan skrining kanker serviks dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Menariknya, metode self-sampling ini dinilai lebih ramah pengguna dibanding pemeriksaan konvensional seperti Pap Smear. Tak hanya itu, BD juga menambahkan teknologi extended genotyping dan sistem otomasi pra-analitik penuh, yang memungkinkan proses identifikasi tipe HPV menjadi lebih cepat, akurat, dan efisien. Ini sangat penting karena tidak semua jenis HPV menyebabkan kanker, sehingga deteksi spesifik sangat membantu dalam menentukan langkah medis selanjutnya.

BD Indonesia kini bekerja sama dengan RSK Dharmais dan Kemenkes RI untuk melaksanakan program skrining massal terhadap setidaknya 8.000 perempuan di berbagai wilayah Indonesia. Program ini diharapkan dapat menjadi langkah besar dalam meningkatkan angka partisipasi skrining secara nasional, terutama bagi perempuan yang tinggal di daerah terpencil atau yang selama ini takut menjalani pemeriksaan langsung di fasilitas kesehatan.

Hasil survei terbaru dari BD mengungkap fakta menarik: meski 92 persen perempuan mengetahui pentingnya deteksi dini kanker serviks, sebanyak 70 persen dari mereka menunda pemeriksaan karena merasa takut atau tidak nyaman. Bahkan, 81 persen perempuan mengaku lebih memilih metode skrining mandiri yang bisa dilakukan dari rumah dibanding harus datang langsung ke klinik atau rumah sakit.

Temuan ini menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih humanis dan ramah terhadap pengguna sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan kanker serviks. Dengan memberikan opsi skrining mandiri yang praktis dan terpercaya, hambatan psikologis maupun geografis bisa ditekan, sehingga lebih banyak nyawa dapat diselamatkan.

Secara global, kanker serviks masih menjadi salah satu ancaman kesehatan utama bagi perempuan. Namun, dengan kemajuan teknologi dan pendekatan preventif yang semakin inklusif, harapan untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit ini semakin nyata. Indonesia memiliki peluang besar untuk mencatatkan kemajuan signifikan dalam pemberantasan kanker serviks — asalkan program deteksi dini dijalankan dengan komitmen dan dukungan menyeluruh.

Dengan adanya teknologi self-sampling ini, diharapkan tidak ada lagi alasan untuk menunda skrining. Sebab, semakin cepat kanker serviks terdeteksi, semakin besar peluang untuk sembuh total. Perempuan Indonesia kini memiliki akses yang lebih mudah, nyaman, dan aman untuk menjaga kesehatannya — dan itu bisa dimulai dari rumah sendiri.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved