Sumber foto: Google

Terlalu Sering Konsumsi Berita Negatif? Waspadai Kelelahan Mental dan Stres Digital!

Tanggal: 13 Mei 2025 23:13 wib.
Tampang.com | Dari konflik global, bencana alam, hingga kasus kekerasan dan politik panas, linimasa media sosial kian dipenuhi oleh berita-berita negatif. Banyak orang tidak menyadari bahwa konsumsi konten seperti ini secara terus-menerus dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental mereka.

Fenomena Doomscrolling: Ketagihan yang Melelahkan
Istilah “doomscrolling” atau kebiasaan terus-menerus menggulir konten negatif menjadi tren baru dalam psikologi digital. Walaupun niat awalnya ingin tahu kabar terkini, banyak pengguna justru terjebak berjam-jam membaca berita yang memicu rasa takut, marah, atau sedih.

“Saya awalnya hanya ingin tahu soal gempa yang terjadi, tapi berakhir tiga jam membaca berita-berita buruk lain yang membuat saya cemas,” kata Vina (29), seorang karyawan swasta.

Menurut psikolog klinis Dr. Lestari Dewanti, kebiasaan ini bisa menyebabkan stres berkepanjangan, gangguan tidur, bahkan depresi ringan.

Berita Negatif dan Efeknya pada Otak
Paparan informasi bernada ancaman terus-menerus akan mengaktifkan bagian otak yang bertanggung jawab terhadap respons “fight or flight”. Dalam jangka panjang, ini menyebabkan tubuh terus berada dalam kondisi waspada.

“Tubuh memproduksi hormon stres seperti kortisol secara berlebihan. Bila tidak dikendalikan, ini bisa menurunkan daya tahan tubuh dan mengganggu keseimbangan mental,” jelas Dr. Lestari.

Media Sosial: Mesin Amplifikasi Emosi Negatif
Platform seperti X (dulu Twitter), Instagram, atau TikTok menggunakan algoritma yang mendorong konten dengan reaksi emosional tinggi. Artinya, semakin banyak interaksi pada berita buruk, semakin besar kemungkinan berita itu muncul di linimasa kita.

“Mekanisme ini membuat kita rentan merasa dunia semakin buruk, padahal kenyataannya tidak selalu demikian,” tambahnya.

Solusi: Diet Informasi dan Detoks Digital
Para ahli menyarankan agar masyarakat mulai menerapkan “diet informasi” — membatasi waktu konsumsi berita dan memilah sumber yang kredibel. Selain itu, detoks digital seminggu sekali, misalnya dengan tidak membuka media sosial selama 24 jam, juga bisa membantu memulihkan kesehatan mental.

“Kita tetap bisa update informasi, tapi jangan biarkan pikiran kita tenggelam dalam tsunami emosi negatif,” tegas Dr. Lestari.

Melek digital bukan hanya soal teknologi, tapi juga kesadaran menjaga diri dari dampak informasi yang kita konsumsi setiap hari.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved