Suplemen Kesehatan Semakin Populer, Apakah Kita Benar-Benar Membutuhkannya?
Tanggal: 10 Mei 2025 06:56 wib.
Tampang.com | Dalam beberapa tahun terakhir, konsumsi suplemen kesehatan di Indonesia meningkat drastis. Dari vitamin C hingga kolagen, dari kapsul penurun berat badan hingga penambah daya tahan tubuh, masyarakat semakin akrab dengan produk-produk yang dijual bebas ini. Namun, benarkah semua orang memerlukan suplemen, atau justru ada risiko tersembunyi di balik tren ini?
Lonjakan Penjualan Suplemen di Pasar Digital
Riset dari Euromonitor mencatat bahwa penjualan suplemen di Indonesia tumbuh lebih dari 12% pada 2024, terutama lewat e-commerce dan marketplace. Pandemi COVID-19 disebut sebagai pemicu lonjakan awal, yang kemudian berubah menjadi kebiasaan baru.
“Suplemen dianggap solusi instan untuk menjaga kesehatan, apalagi di tengah kesibukan masyarakat urban yang kurang punya waktu makan sehat,” ujar dr. Lestari Wibowo, dokter umum di Jakarta.
Tidak Semua Orang Butuh Suplemen
Faktanya, tidak semua orang membutuhkan suplemen harian. Menurut Kementerian Kesehatan, kebutuhan vitamin dan mineral idealnya dipenuhi dari pola makan seimbang. Suplemen hanya disarankan bila terdapat defisiensi spesifik, kondisi medis tertentu, atau pada masa pemulihan.
“Kalau kita makan dengan gizi seimbang, buah dan sayur cukup, suplemen itu tidak perlu. Bahkan bisa berbahaya jika dikonsumsi berlebihan,” jelas dr. Lestari.
Risiko Konsumsi Berlebih dan Efek Samping
Banyak masyarakat belum paham bahwa overdosis suplemen bisa menimbulkan efek samping. Misalnya, konsumsi vitamin A atau zat besi berlebihan bisa menyebabkan keracunan hati, sementara kelebihan vitamin C bisa memicu gangguan ginjal.
“Produk suplemen memang dijual bebas, tapi tetap perlu pengawasan. Masyarakat sering kali menganggapnya seperti camilan sehat, padahal ada dosis maksimal harian yang harus diperhatikan,” tambah dr. Lestari.
Iklan dan Influencer Picu Perilaku Konsumtif
Tren konsumsi suplemen juga dipengaruhi oleh iklan dan promosi influencer kesehatan di media sosial. Banyak yang mempromosikan manfaat suplemen tanpa informasi lengkap mengenai risiko atau ketepatan penggunaannya.
“Tren ini berbahaya karena banyak orang minum suplemen tanpa diagnosis medis. Kita seperti membeli ilusi sehat dalam botol,” kritik Arie Widodo, ahli gizi komunitas.
Perlu Edukasi, Bukan Sekadar Promosi
Pemerintah dan pelaku industri didesak untuk tidak hanya mengedepankan penjualan, tetapi juga edukasi konsumen. Masyarakat perlu tahu kapan suplemen diperlukan, dan kapan cukup dengan makanan alami.
“Promosi kesehatan yang ideal itu tidak menjual produk, tapi membentuk kesadaran gizi. Suplemen boleh, tapi bukan pengganti makan sehat,” tegas Arie.
Suplemen Bukan Jalan Pintas Sehat
Kesimpulannya, suplemen bukan barang haram, tetapi juga bukan solusi utama menjaga kesehatan. Pola makan sehat, olahraga, tidur cukup, dan manajemen stres tetap menjadi fondasi utama gaya hidup sehat.