Quiet Quitting Meluas, Sinyal Kesehatan Mental Pekerja di Titik Kritis?
Tanggal: 15 Mei 2025 08:08 wib.
Tampang.com | Istilah quiet quitting kini tak lagi asing di dunia kerja Indonesia. Fenomena di mana pekerja hanya bekerja sebatas tugas minimum tanpa antusiasme lebih ini mulai meluas, terutama di kalangan pekerja muda. Di baliknya, tersembunyi masalah serius: kesehatan mental yang memburuk karena tekanan kerja yang berlebihan dan minimnya penghargaan.
Burnout Menjadi Masalah Sistemik
Data dari Asosiasi Psikolog Industri Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% karyawan di sektor urban mengalami gejala burnout, mulai dari kelelahan emosional, sinisme terhadap pekerjaan, hingga penurunan performa. Ini bukan lagi kasus individual, tapi gejala sistemik dari budaya kerja yang terlalu menuntut.
“Banyak perusahaan masih menilai loyalitas dari jam kerja, bukan dari hasil kerja. Ini yang membuat banyak pekerja akhirnya menarik diri secara emosional,” ujar Tika Amanda, psikolog organisasi.
Minimnya Ruang Bicara dan Dukungan Psikologis
Di banyak tempat kerja, isu kesehatan mental masih dianggap tabu. Karyawan enggan menyampaikan stres atau kelelahan karena takut dicap lemah atau tidak profesional. Padahal, kurangnya ruang komunikasi yang aman justru memperburuk situasi.
“Lingkungan kerja yang menekan tapi tidak mendukung itu ladang subur bagi depresi,” tambah Tika.
Dampaknya Tak Hanya Psikologis
Fenomena quiet quitting juga berdampak pada produktivitas jangka panjang. Ketika pekerja kehilangan rasa memiliki terhadap pekerjaan, kreativitas dan inisiatif menurun drastis, bahkan bisa memicu gelombang resign massal yang merugikan perusahaan.
Solusi: Perusahaan Harus Ciptakan Ekosistem Sehat
Para pakar menilai, pemimpin perusahaan perlu mulai menerapkan prinsip keseimbangan kerja-hidup (work-life balance), memperkuat sistem apresiasi, dan membuka akses ke layanan psikologis. Selain itu, membangun budaya kerja yang menghargai kemanusiaan lebih penting dari sekadar pencapaian target.
“Kesehatan mental bukan bonus, tapi fondasi kinerja jangka panjang,” tutup Tika Amanda.