Puskesmas Tanpa Dokter? Ribuan Warga Terpencil Terlantar tanpa Layanan Medis!
Tanggal: 13 Mei 2025 22:20 wib.
Tampang.com | Ribuan puskesmas di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) di Indonesia dilaporkan tidak memiliki dokter tetap. Masyarakat harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk mendapatkan perawatan dasar, bahkan untuk keluhan kesehatan ringan sekalipun. Kondisi ini memprihatinkan dan menimbulkan pertanyaan: mengapa pemerataan tenaga medis masih gagal setelah puluhan tahun reformasi kesehatan?
Data Menunjukkan Ketimpangan Nyata
Kementerian Kesehatan mencatat, lebih dari 3.000 puskesmas tidak memiliki dokter umum, dan sebagian besar berada di Papua, NTT, dan Kalimantan Utara. Di beberapa wilayah, satu dokter harus melayani hingga 10 puskesmas dengan sistem kunjungan berkala, yang jelas tidak ideal untuk penanganan kasus darurat atau penyakit menular.
“Kami hanya bisa tunggu jadwal dokter datang. Kalau anak demam tinggi, kami hanya bisa beri air kelapa dan berdoa,” kata Mariati, warga Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.
Distribusi Tenaga Medis Masih Jakarta-Sentris
Meski Indonesia meluluskan ribuan dokter tiap tahun, sebagian besar memilih bertugas di kota besar. Gaji kecil, fasilitas minim, dan keamanan rendah membuat daerah terpencil tidak menarik bagi para dokter muda.
“Sistem insentif kita belum cukup adil. Banyak lulusan dokter yang enggan dikirim ke daerah, bahkan untuk program wajib kerja,” ujar Dr. Rino Adiputra, pengamat kebijakan kesehatan publik.
Program Nusantara Sehat Dinilai Tidak Berkelanjutan
Pemerintah sebenarnya sudah meluncurkan program Nusantara Sehat untuk mengirim tim tenaga kesehatan ke daerah terpencil, namun banyak di antaranya bersifat kontrak pendek 1–2 tahun, tanpa jaminan karier atau peningkatan kompetensi.
“Setelah kontrak habis, mereka kembali ke kota, dan puskesmas kembali kosong,” jelas Rino.
Solusi: Reformulasi Insentif dan Infrastruktur Kesehatan
Para ahli menilai perlu reformulasi insentif berbasis karier dan fasilitas. Pemerintah harus memastikan bahwa bertugas di daerah terpencil bukan ‘hukuman’, tapi jalur prestisius dengan jaminan peningkatan karier, pendidikan lanjutan, dan perlindungan sosial.
“Tanpa perubahan paradigma dan investasi serius, kita akan terus mengulang krisis yang sama,” tegas Rino.
Akses Kesehatan adalah Hak, Bukan Privilege Perkotaan
Masyarakat di daerah terpencil punya hak yang sama untuk mendapatkan layanan kesehatan. Negara wajib memastikan tidak ada satu pun warga yang ditinggalkan karena persoalan jarak dan logistik.
“Kami juga ingin anak-anak kami sehat, tidak meninggal karena penyakit yang sebenarnya bisa diobati,” kata Mariati dengan mata berkaca-kaca.