Sumber foto: Google

Puskesmas Tak Merata, Warga Daerah Terpencil Kesulitan Akses Layanan Kesehatan!

Tanggal: 11 Mei 2025 07:57 wib.
Tampang.com | Di balik kemajuan teknologi medis dan digitalisasi layanan kesehatan di kota-kota besar, ada jutaan warga Indonesia di daerah terpencil yang masih kesulitan mendapatkan layanan dasar. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan sering kali tak hadir secara merata. Bahkan, banyak desa di Indonesia bagian timur yang hanya mengandalkan bidan keliling atau tenaga relawan.

Fakta Lapangan: Jarak dan Infrastruktur Jadi Penghalang

Menurut data dari Kementerian Kesehatan, lebih dari 12 ribu desa di Indonesia masih belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai. Di beberapa wilayah Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara, warga harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk mencapai puskesmas terdekat.

“Di desa kami, satu-satunya fasilitas adalah posyandu yang buka sebulan sekali. Kalau ada yang sakit parah, kami harus menyeberang sungai atau menyewa motor selama dua jam ke kota kecamatan,” ungkap Maria, warga dari wilayah pedalaman Sumba Timur.

Situasi ini sangat berisiko terutama bagi ibu hamil, balita, dan lansia yang membutuhkan pemantauan rutin. Dalam banyak kasus, keterlambatan penanganan menyebabkan kematian yang seharusnya bisa dicegah.

Tenaga Kesehatan Enggan Bertugas di Daerah Terpencil

Masalah lain adalah distribusi tenaga medis. Banyak dokter dan perawat enggan ditempatkan di daerah terpencil karena keterbatasan fasilitas, insentif rendah, serta akses yang sulit.

“Puskesmas di wilayah pedalaman sering kekurangan dokter umum, apalagi spesialis. Banyak yang hanya bertahan beberapa bulan karena kondisi kerja yang sangat terbatas,” jelas Dr. Reza Habibi, pengamat kebijakan kesehatan dari Jakarta.

Padahal, keberadaan tenaga medis berkualitas sangat penting untuk menangani kasus-kasus darurat atau penyakit menular yang kerap mewabah di wilayah terpencil.

Program Pemerintah Masih Terkendala Realisasi

Meski pemerintah telah menggagas berbagai program seperti Nusantara Sehat dan penempatan dokter internship, realisasi di lapangan masih belum optimal. Kendala logistik, birokrasi, dan politik daerah sering menghambat program ini berjalan efektif.

“Pemerintah pusat bisa mengirim tenaga kesehatan, tapi tanpa dukungan infrastruktur dan insentif yang memadai, mereka tak akan betah,” ujar Dr. Reza.

Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah sering tidak sinkron. Akibatnya, banyak program hanya berjalan setengah hati atau bahkan mandek.

Solusi: Bangun Infrastruktur, Beri Insentif, dan Libatkan Masyarakat

Untuk mengatasi krisis ini, solusi jangka panjang harus menyentuh tiga aspek: infrastruktur fisik, insentif tenaga medis, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Membangun jalan dan fasilitas dasar seperti air bersih dan listrik akan menarik lebih banyak tenaga medis untuk tinggal.

“Selain itu, insentif berbasis kinerja dan jaminan keamanan harus diberikan bagi dokter dan perawat yang bersedia mengabdi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar),” tambah Dr. Reza.

Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan kader kesehatan lokal juga penting agar pelayanan dasar tetap berjalan meski tenaga medis terbatas. Teknologi telemedicine juga bisa menjadi alternatif untuk konsultasi medis jarak jauh.

Ketimpangan Akses Kesehatan Harus Segera Diatasi

Akses kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara. Ketimpangan pelayanan antara kota besar dan desa terpencil tidak boleh dibiarkan terus-menerus. Perlu langkah nyata dan serius agar seluruh rakyat Indonesia bisa merasakan manfaat layanan kesehatan secara merata.

“Kalau kita bicara keadilan sosial, maka kesehatan harus jadi prioritas utama. Tanpa layanan yang adil dan merata, cita-cita pembangunan manusia hanya jadi slogan,” tutup Dr. Reza.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved