Puskesmas Kehabisan Obat, Sistem Distribusi Farmasi Pemerintah Disorot!
Tanggal: 15 Mei 2025 08:09 wib.
Tampang.com | Krisis ketersediaan obat kembali melanda sejumlah Puskesmas di Indonesia. Obat-obatan esensial seperti paracetamol, amoksisilin, hingga antihipertensi dilaporkan habis stok di berbagai daerah sejak bulan lalu. Situasi ini membuat pelayanan kesehatan dasar terganggu dan menambah beban masyarakat yang harus membeli obat di luar dengan harga lebih mahal.
Lonjakan Kebutuhan Tak Terantisipasi
Menurut laporan dari sejumlah dinas kesehatan daerah, lonjakan pasien pasca-pandemi tidak diimbangi dengan peningkatan suplai obat. Permintaan meningkat drastis, namun sistem distribusi farmasi yang terpusat tidak cukup gesit merespons kebutuhan lapangan.
“Kadang kami harus menunggu berminggu-minggu, padahal kebutuhan sudah mendesak,” ujar dr. Lina Kartika, kepala Puskesmas di Subang.
Sistem E-Katalog dan Tender Dinilai Lambat
Salah satu penyebab utama lambatnya distribusi adalah mekanisme pengadaan obat yang masih terlalu birokratis. Pengadaan melalui e-katalog dan tender nasional sering mengalami keterlambatan administrasi, sementara kondisi di lapangan menuntut respons cepat.
“Ini soal nyawa, bukan sekadar barang dagangan. Pemerintah harus evaluasi sistem distribusi farmasi ini,” kata dr. Lina.
Masyarakat Kecil yang Jadi Korban
Akibat kekosongan obat di Puskesmas, banyak pasien dari kalangan menengah ke bawah terpaksa membeli obat di apotek dengan harga yang jauh lebih tinggi. Tidak semua mampu, dan tidak sedikit yang akhirnya memilih menghentikan pengobatan.
Solusi: Desentralisasi Distribusi dan Pemantauan Stok
Pakar kesehatan masyarakat menyarankan agar sistem distribusi farmasi didesentralisasi, dengan otoritas daerah diberi lebih banyak keleluasaan untuk pengadaan cepat. Selain itu, teknologi pemantauan stok real-time perlu diterapkan agar kelangkaan bisa diantisipasi sejak awal.
“Kesehatan dasar seharusnya tidak boleh terganggu karena masalah logistik. Ini soal tanggung jawab negara,” tegas dr. Rendy Ariawan, pengamat kebijakan kesehatan dari UI.