Sumber foto: Google

Mie Pedas Ekstrem Jadi Tren, Tapi Apa Dampaknya bagi Lambung dan Usus?

Tanggal: 13 Mei 2025 23:49 wib.
Tampang.com | Tantangan makan mie super pedas kini menjadi hiburan viral di media sosial. Banyak anak muda berlomba-lomba membuktikan kemampuan menahan pedas demi konten dan eksistensi digital. Namun, di balik sensasi tersebut, para dokter mengingatkan soal risiko serius terhadap saluran pencernaan.

Tren Viral, Risiko Nyata

Dari mie setan, mie level 10, hingga sambal ghost pepper, konten semacam ini mendulang jutaan penonton. Tapi di balik itu, keluhan seperti nyeri lambung, muntah, hingga diare mulai meningkat di klinik-klinik kesehatan.

“Capsaicin dalam cabai bisa mengiritasi lambung, apalagi jika dikonsumsi dalam jumlah besar dan terus-menerus,” ujar dr. Febriani Marta, spesialis penyakit dalam dari Jakarta.

Ia menyebut bahwa konsumsi pedas ekstrem bisa menyebabkan gastritis (radang lambung), memperburuk GERD, dan bahkan memicu perdarahan pada penderita tukak lambung.

Pencernaan Bukan Alat Uji Coba

Banyak dari tantangan ini dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatan masing-masing. Padahal, setiap orang memiliki toleransi berbeda terhadap makanan pedas.

“Pencernaan kita bukan laboratorium eksperimen. Efeknya bisa kumulatif dan tak langsung terasa,” tambah dr. Febriani.

Ironisnya, beberapa konten kreator justru mempromosikan konsumsi pedas ekstrem tanpa peringatan atau edukasi apa pun, seolah tak ada risiko.

Minim Literasi Gizi, Konten Jadi Bumerang

Fenomena ini mencerminkan minimnya literasi gizi di kalangan remaja. Mereka lebih mengikuti tren daripada memahami apa yang masuk ke tubuh mereka. Dampaknya tidak hanya ke kesehatan pribadi, tapi bisa menjadi tren yang membahayakan publik secara luas.

“Pemerintah harus hadir lewat regulasi konten makanan ekstrem dan memperkuat edukasi gizi di sekolah dan media,” tegas dr. Febriani.

Beberapa negara bahkan mulai mempertimbangkan batasan konten kuliner ekstrem yang berpotensi berbahaya, terutama jika ditonton anak di bawah umur.

Solusi: Edukasi dan Kesadaran Diri

Langkah preventif bisa dimulai dengan membangun kesadaran di level individu: kenali batas tubuh sendiri, jangan ikut-ikutan tren yang bisa merugikan kesehatan. Konten kreator juga diimbau menyertakan peringatan dan tidak menjadikan makanan ekstrem sebagai lelucon.

“Tren bisa berubah, tapi dampak pada tubuh bisa menetap,” tutup dr. Febriani.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved