Mengapa Makanan Ultra-Proses Bisa Meningkatkan Risiko Kematian Dini? Temuan Mengejutkan dari Studi Global
Tanggal: 8 Jun 2025 15:50 wib.
Dalam era modern ini, makanan ultra-proses semakin mudah ditemukan dan seringkali menjadi pilihan banyak orang karena praktis dan cepat saji. Namun, sebuah studi terbaru yang dimuat dalam American Journal of Preventive Medicine mengungkap fakta mengejutkan tentang dampak konsumsi makanan ultra-proses terhadap risiko kematian dini.
Makanan ultra-proses biasanya meliputi produk seperti keripik, mi instan, sereal sarapan manis, nugget, dan sosis. Ciri khas dari jenis makanan ini adalah kandungan pewarna dan perisa buatan yang tinggi, serta kadar gula, lemak jenuh, dan garam yang tidak sedikit. Bahan tambahan ini, meskipun memberikan rasa yang menggoda, ternyata berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang.
Penelitian tersebut menganalisis data dari orang-orang berusia antara 30 hingga 69 tahun di delapan negara dengan tingkat konsumsi makanan ultra-proses yang berbeda-beda. Negara-negara tersebut adalah Kolombia dan Brasil yang memiliki konsumsi rendah, Cile dan Meksiko dengan konsumsi sedang, serta Australia, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat yang tergolong memiliki konsumsi tinggi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10 persen proporsi makanan ultra-proses dalam pola makan seseorang berkaitan dengan peningkatan risiko kematian dini sebesar 2,7 persen. Angka ini tentu menimbulkan keprihatinan serius, terutama karena tren konsumsi makanan ini terus meningkat di banyak negara berkembang.
Menurut Eduardo Augusto Fernandes Nilson, penulis utama studi dari Oswaldo Cruz Foundation di Brasil, kondisi ini memang sudah menjadi masalah besar di negara-negara dengan pendapatan tinggi. Konsumsi makanan ultra-proses di negara-negara tersebut memang tinggi namun cenderung stabil selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Sebaliknya, di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, konsumsi makanan ini terus melonjak.
Meski temuan ini mengindikasikan adanya korelasi antara makanan ultra-proses dengan kematian dini, para peneliti independen memperingatkan bahwa studi ini belum dapat membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung. Menurut mereka, mungkin saja faktor lain yang berkaitan seperti gaya hidup, tingkat kebugaran, dan pola aktivitas fisik yang lebih menentukan risiko kesehatan, sehingga makanan ultra-proses hanya menjadi salah satu elemen dalam gambaran yang lebih besar.
Stephen Burgess, ahli statistik dari Universitas Cambridge, Inggris, menyatakan bahwa makanan ultra-proses mungkin bukan penyebab langsung kematian dini. Namun, pola yang konsisten muncul di berbagai negara dan budaya menimbulkan dugaan kuat bahwa makanan ini memang berkontribusi negatif terhadap kesehatan.
Sebelumnya, berbagai penelitian juga telah mengaitkan konsumsi makanan ultra-proses dengan sejumlah masalah kesehatan serius. Awal tahun ini, Badan Penelitian Kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan adanya hubungan antara makanan ultra-proses dan peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung, aneurisma, gangguan pencernaan, dan penyakit Parkinson. Meski demikian, tidak ditemukan bukti yang cukup kuat untuk mengaitkannya langsung dengan kanker atau Alzheimer.
Satu hal yang membuat penelitian tentang makanan ultra-proses menjadi rumit adalah belum adanya definisi baku mengenai kategori makanan ini. Kandungan nutrisi dan proses industri yang digunakan dalam pembuatan makanan ultra-proses sangat beragam, sehingga sulit untuk menyimpulkan efek negatifnya secara tepat. Para ilmuwan masih berusaha memahami apakah risiko kesehatan tersebut lebih disebabkan oleh kandungan bahan kimia tambahan atau dari proses pengolahan makanan yang kompleks.
Nerys Astbury, dosen bidang diet dan obesitas di Universitas Oxford, menilai bahwa saat ini belum saatnya untuk memperbarui pedoman nutrisi nasional secara khusus untuk menghindari makanan ultra-proses. Pasalnya, sebagian besar pedoman diet yang ada sudah menyarankan masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan tinggi kalori, gula, dan lemak, yang biasanya juga termasuk dalam kelompok makanan ultra-proses.
Namun, fakta bahwa makanan ini semakin banyak dikonsumsi dan terkait dengan risiko kesehatan serius menjadi alarm bagi semua kalangan. Penting bagi kita untuk lebih selektif dalam memilih makanan sehari-hari dan mengutamakan konsumsi makanan alami dan segar daripada produk yang sudah diolah secara berlebihan.
Konsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang yang kaya akan sayur, buah, protein, dan serat diyakini dapat membantu menjaga kesehatan tubuh secara optimal dan mengurangi risiko penyakit kronis. Selain itu, menjalani gaya hidup aktif dan rutin berolahraga juga menjadi kunci penting dalam menjaga metabolisme dan fungsi tubuh agar tetap maksimal.
Meskipun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguatkan hubungan langsung antara makanan ultra-proses dan kematian dini, tidak ada salahnya untuk mulai membatasi konsumsi makanan tersebut demi menjaga kesehatan jangka panjang. Semakin kita sadar dan mengontrol pola makan, semakin besar peluang untuk hidup lebih sehat dan berkualitas.