Mengapa Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis? Ini Penyebab Utamanya yang Jarang Diungkap
Tanggal: 30 Apr 2025 09:12 wib.
Indonesia tengah menghadapi krisis serius dalam dunia kesehatan, tepatnya pada ketersediaan dokter spesialis. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, secara terbuka menyampaikan bahwa kelangkaan dokter spesialis di Indonesia sudah memasuki tahap akut, dan akar permasalahannya berasal dari sistem pendidikan yang sangat membebani calon dokter.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Selasa, 29 April 2025, Menkes Budi menyoroti keunikan sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia yang justru menjadi kendala besar dalam memenuhi kebutuhan tenaga medis nasional. Ia menyebut Indonesia sebagai satu-satunya negara di dunia yang mengharuskan calon dokter spesialis berhenti bekerja dan membayar biaya pendidikan sangat tinggi, sebelum mereka bisa berpraktik kembali.
Sistem Pendidikan yang “Unik” tapi Menghambat
Berbeda dengan banyak negara lain, seperti Inggris atau Amerika Serikat, di mana calon spesialis tetap bisa bekerja sambil menjalani pendidikan, Indonesia justru memutus aliran pendapatan mereka dan mengenakan biaya besar. “Di luar negeri, dokter spesialis tetap bekerja dan digaji. Di sini, kita malah harus berhenti kerja, bayar ratusan juta, dan baru bisa praktik setelah lulus,” ujar Budi.
Model pendidikan ini berimplikasi langsung pada lambatnya produksi dokter spesialis. Ia membandingkan dengan Inggris, yang hanya memiliki seperlima jumlah penduduk Indonesia, namun mampu mencetak hingga 2.700 dokter spesialis per tahun. Sementara Indonesia, yang populasinya jauh lebih besar, hanya mampu menghasilkan sepertiganya.
Kondisi ini menjadi masalah nasional yang menghambat pemerataan layanan kesehatan, terutama di wilayah terpencil dan daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Kurangnya dokter spesialis berdampak pada keterlambatan diagnosis penyakit, pengobatan tidak optimal, hingga meningkatnya angka rujukan ke kota besar.
Biaya Selangit, Tapi Tidak Bisa Bekerja
Budi menegaskan bahwa beban biaya pendidikan menjadi tantangan besar lainnya. Calon dokter spesialis di Indonesia harus menyiapkan uang pangkal yang bisa mencapai ratusan juta rupiah, ditambah biaya kuliah tahunan yang tidak sedikit. Ironisnya, selama masa pendidikan tersebut mereka juga tidak diperbolehkan bekerja untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dengan sistem ini, hanya segelintir orang yang berasal dari keluarga mampu yang memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan spesialis. “Ini memperlambat regenerasi, memperparah ketimpangan distribusi tenaga kesehatan, dan membatasi akses pendidikan bagi banyak anak muda yang sebenarnya berpotensi,” kata Menkes.
Reformasi Pendidikan Dokter Spesialis Dimulai
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah kini menerapkan reformasi sistem pendidikan dokter spesialis melalui pendekatan yang lebih modern dan efisien. Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan lembaga internasional Accreditation Council for Graduate Medical Education International (ACGME-I) dari Amerika Serikat. Lembaga ini telah sukses menerapkan sistem serupa di Singapura dan Arab Saudi.
Pemerintah mengembangkan skema pendidikan berbasis Rumah Sakit Pendidikan Pemerintah (RSPP) yang berfungsi sebagai tempat belajar sekaligus bekerja bagi para calon dokter spesialis. Skema ini dirancang agar lebih manusiawi dan kompetitif dengan standar internasional.
5 Pilar Utama Skema RSPP:
Perekrutan Putra-Putri Daerah
Prioritas diberikan kepada peserta dari wilayah terpencil agar mereka bisa kembali melayani masyarakat di daerah asal setelah lulus.
Gaji dan Tunjangan Hidup
Peserta akan menerima dukungan finansial selama pendidikan melalui skema pendanaan dari LPDP, sehingga mereka tidak perlu khawatir soal biaya hidup.
Status Peserta sebagai Pegawai Kontrak Rumah Sakit
Calon dokter spesialis tak lagi diposisikan sebagai mahasiswa biasa, melainkan sebagai bagian dari rumah sakit tempat mereka belajar dan bekerja.
Pengawasan Jam Kerja
Jam kerja peserta dibatasi maksimal 80 jam per minggu, guna memastikan mereka tetap produktif namun tidak kelelahan secara fisik dan mental.
Sistem Seleksi Transparan
Proses seleksi dan evaluasi peserta dilakukan secara digital, demi mencegah praktik senioritas yang berlebihan, perundungan, bahkan kekerasan seksual.
Dengan skema ini, rumah sakit pendidikan berfungsi ganda sebagai institusi pelayanan sekaligus pusat pembelajaran, yang menerapkan kurikulum ketat berbasis kompetensi. Sistem ini dianggap lebih adil, transparan, dan mampu mempercepat lahirnya dokter spesialis baru di berbagai bidang.
Sudah Dimulai di Beberapa Daerah
Beberapa peserta dari daerah seperti Maluku Tenggara, Tulang Bawang, Penajam Paser Utara, hingga Ogan Komering Ilir telah mengikuti skema RSPP dan sedang menjalani pendidikan dengan model baru ini. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka akan kembali ke daerah asal untuk melayani masyarakat, sesuai dengan tujuan pemerataan akses layanan kesehatan.
Menkes Budi optimis bahwa reformasi ini akan menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi kelangkaan dokter spesialis, memperbaiki sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, dan memberikan akses yang lebih adil bagi generasi muda yang ingin mengabdi di bidang kesehatan.
Penutup: Saatnya Sistem Pendidikan Kedokteran Kita Berubah
Dengan adopsi sistem internasional dan dukungan penuh dari pemerintah, masa depan pendidikan dokter spesialis Indonesia mulai menunjukkan arah yang lebih cerah. Reformasi ini tidak hanya mempercepat produksi dokter spesialis, tetapi juga menjamin kualitas dan distribusinya secara lebih merata di seluruh pelosok negeri.
Namun, untuk mencapai hasil maksimal, perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan—termasuk institusi pendidikan, rumah sakit, dan masyarakat—agar perubahan ini benar-benar membawa dampak nyata. Indonesia tidak boleh tertinggal lagi dalam hal layanan kesehatan. Sudah waktunya calon dokter spesialis mendapatkan sistem pendidikan yang adil, terstruktur, dan manusiawi.