Marak Kasus Cuci Darah di RI, Ternyata Malaysia Juga
Tanggal: 27 Jul 2024 21:52 wib.
Peristiwa cuci darah kembali membuat heboh di Indonesia, terutama ketika kasus ini menyasar anak-anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Unggahan di media sosial mengenai 'banjir' pasien anak yang menjalani cuci darah di RSCM menjadi viral dan menarik perhatian banyak orang. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, mengungkapkan bahwa setidaknya 1 dari 5 anak Indonesia berusia 12-18 tahun berpotensi mengalami kerusakan ginjal. Hal ini disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat, terutama pola makan, pola gerak, dan pola tidur yang kurang teratur.
Selain itu, dr. Piprim juga menyoroti lonjakan kasus obesitas pada anak-anak, yang pada akhirnya menjadi pangkal mula dari berbagai penyakit termasuk penyakit ginjal. Menurutnya, sekitar 80% anak diabetes tipe 2 disertai obesitas.
Hal ini juga dibenarkan oleh dr. Eka Laksmi Hidayati, seorang dokter spesialis anak di RSCM Jakarta, yang mengungkap bahwa saat ini sekitar 60 pasien anak menjalani prosedur cuci darah di RSCM Jakarta. Dr. Eka menjelaskan bahwa sebagian besar pasien anak tersebut menjalani hemodialisis dan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD).
Faktor penyebab anak harus menjalani cuci darah di RSCM Jakarta juga diungkapkan oleh dr. Eka, di antaranya adalah gagal ginjal bawaan lahir. Meskipun jarang terjadi pada anak, kelainan bawaan atau gangguan fungsi ginjal dapat menjadi penyebabnya.
Ternyata, tidak hanya Indonesia yang menghadapi masalah serupa. Penduduk Malaysia juga mengalami masalah yang serius terkait penyakit ginjal. Data dari Galen Centre menunjukkan bahwa lebih dari 5 juta penduduk Malaysia hidup dengan penyakit ginjal kronis, namun hanya 5% dari mereka menyadarinya. Bahkan, jumlah pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) di Malaysia telah meningkat dalam 20 tahun terakhir.
Direktur Utama Galen Centre for Health & Social Policy, Azrul Mohd Khalib, mengungkapkan bahwa Malaysia membutuhkan evaluasi kenyataan dan komitmen baru untuk melaksanakan strategi dan kebijakan kesehatan ginjal yang ada. Dia juga memperingatkan bahwa jika angka kegagalan ginjal terus meningkat, lebih dari 106.000 orang Malaysia mungkin akan menjalani dialisis pada tahun 2040.
Dalam konteks ini, tingkat diabetes juga berperan dalam peningkatan kasus penyakit ginjal kronis. Prevalensi penyakit ginjal kronis di Malaysia meningkat seiring dengan tingkat diabetes. Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes tipe 2 di Malaysia akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.
Mengingat kompleksitas masalah ginjal ini, sebuah pendekatan holistik dalam pencegahan dan penanganan penyakit ginjal perlu diimplementasikan, terutama di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia yang mengalami lonjakan kasus ini. Selain itu, pendidikan publik tentang gaya hidup sehat dan pentingnya pemantauan kesehatan ginjal perlunya diprioritaskan guna mengurangi angka kasus penyakit ginjal, khususnya pada anak-anak dan remaja. Penelitian yang mendalam tentang pola makan, aktivitas fisik, dan gaya hidup juga diperlukan untuk mengatasi masalah ini.