Ledakan Kasus Malaria di Indonesia 2024: Kenapa Penyakit Lama Ini Masih Sulit Dihilangkan?
Tanggal: 1 Mei 2025 19:03 wib.
Malaria, penyakit menular yang dikenal sejak lama, ternyata masih menjadi tantangan serius bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Meski dunia sudah mengalami berbagai kemajuan medis, data terbaru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa kasus malaria di Indonesia justru mengalami peningkatan signifikan dalam dua tahun terakhir.
Menurut laporan Kemenkes RI, jumlah kasus malaria di Indonesia naik tajam dari 418.546 kasus pada tahun 2023 menjadi 543.965 kasus pada tahun 2024. Ini berarti ada peningkatan lebih dari 125 ribu kasus hanya dalam satu tahun. Lonjakan ini tentu menjadi perhatian serius, mengingat malaria bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, drg. Murti Utami, menyampaikan bahwa Indonesia telah menetapkan target ambisius: negara bebas malaria pada tahun 2030. Target ini masih tersisa lima tahun lagi, namun kenyataan di lapangan menunjukkan tantangan yang tidak ringan.
Fokus Kasus di Kawasan Timur Indonesia
Dalam acara Webinar Peringatan Hari Malaria Sedunia 2025, drg. Murti mengungkap bahwa 95 persen kasus malaria di Indonesia terkonsentrasi di kawasan Timur Indonesia, terutama di wilayah Papua. Selain Papua, dua provinsi lain yang turut menyumbang jumlah kasus tinggi adalah Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketiga wilayah ini masih menghadapi berbagai kendala infrastruktur dan akses layanan kesehatan, yang berkontribusi terhadap tingginya angka infeksi malaria.
Penyebab dan Penularan Malaria
Malaria disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Nyamuk ini biasanya aktif pada malam hari. Setelah masuk ke dalam tubuh, parasit berkembang biak di organ hati sebelum menyerang sel darah merah. Akibatnya, penderita malaria mengalami gejala seperti demam tinggi, menggigil, mual, hingga kelelahan ekstrem. Jika tidak segera diobati, malaria bisa menyebabkan komplikasi berat hingga kematian.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu orang diperkirakan meninggal akibat malaria setiap satu menit. Ini menunjukkan betapa mematikan penyakit ini jika tidak ada upaya pencegahan dan penanganan yang menyeluruh.
Kondisi Global: Afrika Masih Jadi Pusat Wabah
Di tingkat global, Afrika masih menjadi kawasan dengan beban malaria tertinggi. Pada tahun 2023, sekitar 94 persen dari semua kasus malaria di dunia berasal dari Afrika. Bahkan, wilayah ini juga mencatat 95 persen dari total kematian akibat malaria secara global. Fakta yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa anak-anak di bawah usia lima tahun menyumbang sekitar 76 persen dari total kematian akibat malaria di wilayah tersebut.
Hari Malaria Sedunia 2025 dan Tema Tahun Ini
Setiap tanggal 25 April, dunia memperingati Hari Malaria Sedunia atau World Malaria Day, yang diinisiasi oleh WHO sejak tahun 2007. Momen ini dijadikan sebagai ajakan untuk meningkatkan kesadaran dan aksi global dalam memerangi penyakit malaria.
Pada tahun 2025 ini, tema yang diangkat oleh WHO adalah "Malaria Ends With Us: Reinvest, Reimagine, Reignite" yang berarti "Malaria Berakhir di Tangan Kita: Berinvestasi Kembali, Membayangkan Kembali, Menyalakan Kembali Semangat." Tema ini bertujuan untuk membangkitkan kembali komitmen semua pihak, mulai dari pembuat kebijakan hingga komunitas lokal, untuk mempercepat upaya eliminasi malaria secara global.
Tantangan Serius di Asia-Pasifik
Kawasan Pasifik Barat, termasuk Indonesia, menghadapi berbagai tantangan unik dalam perjalanan menuju eliminasi malaria. Salah satu kesulitannya adalah distribusi kasus yang tidak merata dan cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah terpencil. Daerah ini kerap sulit dijangkau baik secara geografis maupun secara logistik.
Populasi yang terkena dampak terbesar sering kali merupakan komunitas yang berada di daerah pedalaman, seperti masyarakat adat, penduduk hutan, migran, personel militer, dan pengungsi. Selain sulit dijangkau, kelompok ini juga memiliki keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan, diagnosis, dan pengobatan.
WHO mencatat bahwa beberapa tantangan teknis juga perlu diatasi, termasuk mencegah kekambuhan malaria jenis Plasmodium vivax dengan pengobatan yang lengkap dan mencegah penularan malaria zoonosis Plasmodium knowlesi yang banyak ditemukan di Malaysia.
“Menjangkau komunitas-komunitas ini dengan layanan pencegahan, diagnosis, dan pengobatan malaria adalah strategi vital dalam mencapai target global nol malaria,” tegas WHO dalam laporannya.
Peran Masyarakat dalam Eliminasi Malaria
Untuk benar-benar mengakhiri malaria, dibutuhkan partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat. Bukan hanya pemerintah atau lembaga kesehatan, tetapi juga peran aktif warga dalam menjaga lingkungan agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. Penggunaan kelambu, penyemprotan insektisida, pengurasan genangan air, serta pemantauan gejala dini di lingkungan sekitar menjadi langkah preventif yang sangat penting.
Dengan meningkatnya kesadaran dan keterlibatan masyarakat, serta dukungan berkelanjutan dari pemerintah dan komunitas internasional, harapan Indonesia untuk mencapai bebas malaria pada tahun 2030 bukanlah hal yang mustahil.
Meningkatnya kasus malaria di Indonesia menjadi pengingat bahwa penyakit yang telah dikenal sejak ratusan tahun lalu ini belum benar-benar tuntas. Target Indonesia bebas malaria 2030 menuntut langkah konkret dan terkoordinasi dari semua pihak. Jika tidak, lonjakan kasus seperti yang terjadi pada 2024 bisa saja terulang kembali dan membahayakan generasi masa depan.
Kita semua memiliki peran penting dalam mewujudkan lingkungan yang sehat dan terbebas dari ancaman malaria. Karena sesungguhnya, seperti tema Hari Malaria Sedunia 2025, akhir dari malaria memang berada di tangan kita.